Ahad 21 Feb 2021 19:36 WIB

Swiss Masih Pertimbangkan Pakai Vaksin AstraZeneca

Swiss awal bulan ini menuntut lebih banyak keefektifan dan kualitas data vaksin

Red: Nur Aini
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford
Foto: EPA
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Swiss dapat meneruskan dosis vaksinasi AstraZeneca Covid-19 yang telah dipesan, meskipun negara itu belum menyetujui suntikan tersebut. Hal itu dilaporkan surat kabar NZZ am Sonntag.

Swiss awal bulan ini menuntut lebih banyak keefektifan dan kualitas data sebelum memberi lampu hijau pada suntikan vaksin itu, yang telah disetujui oleh Uni Eropa.

Baca Juga

NZZ am Sonntag mengatakan ada spekulasi di antara otoritas lokal bahwa pemerintah ingin membatalkan pesanannya, situasi yang dapat terjadi jika tes menunjukkan obat tersebut tidak cukup efektif.

"Masih belum jelas apa yang akan terjadi dengan AstraZeneca," kata Nora Kronig, wakil direktur Kantor Kesehatan Masyarakat Federal (BAG) kepada surat kabar tersebut.

"Ada pertimbangan untuk menyampaikan materi."

Swiss, yang telah memesan 5,3 juta dosis vaksin AstraZeneca, sedang menunggu hasil uji coba di Amerika Utara dan Selatan, setelah mengatakan pengujian sebelumnya tidak menghasilkan data yang jelas termasuk kemanjuran pada orang tua. Prancis, Belgia, dan Jerman termasuk di antara negara-negara Uni Eropa yang merekomendasikan agar vaksin Oxford hanya diberikan kepada mereka yang berusia di bawah 65 tahun.

AstraZeneca mengatakan peserta uji coba lansia telah menunjukkan tanggapan kekebalan yang kuat terhadap vaksin. Penarikan dari kontrak penjualan AstraZeneca saat ini bukanlah suatu pilihan, Kronig mengatakan kepada NZZ am Sonntag. Tapi ini akan diperiksa ulang jika perlu, tambahnya.

Seorang juru bicara AstraZeneca mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa Swiss akan dapat menerima pasokan dengan cepat setelah vaksin disetujui. Perusahaan tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement