Senin 22 Feb 2021 18:28 WIB

Dubes: Azerbaijan sedang Bangun Kembali Nagorno-Karabakh

Warga yang mengungsi akan kembali ke Azerbaijan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Kendaraan militer Azerbaijan diparkir setelah pengalihan wilayah Kalbajar ke kendali Azerbaijan, sebagai bagian dari kesepakatan damai yang mengharuskan pasukan Armenia untuk menyerahkan wilayah Azerbaijan yang mereka kuasai di luar Nagorno-Karabakh, di Kalbajar, Azerbaijan, Rabu, 2 Desember 2020
Foto:

Hubungan antara bekas republik Soviet di Armenia dan Azerbaijan tegang sejak 1991. Saat itu militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, yang diakui secara internasional sebagai wilayah Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan lainnya.

Dubes menjelaskan, bahwa akar penyebab konflik tersebut terletak pada klaim teritorial sejarah Armenia selama berabad-abad terhadap Azerbaijan. Pada awal 1988 orang-orang Armenia memulai tindakan agresif terhadap Azerbaijan untuk melaksanakan rencana lama untuk secara sepihak memisahkan Nagorno-Karabakh dari Azerbaijan dan mencaploknya ke Armenia.

Pada akhir 1991 dan awal 1992, permusuhan bersenjata dan serangan Armenia di Azerbaijan meningkat. Khojaly, sebuah kota di wilayah Nagorno-Karabakh dengan luas total 940 kilometer persegi dan penduduk sebelum konflik 7.000, kebanyakan orang Azerbaijan, menjadi sasaran salah satu operasi tersebut.

"Sejak Oktober 1991, kota itu sepenuhnya dikepung oleh pasukan Armenia," ujarnya.

Pada 30 Oktober, lalu lintas darat terputus dan helikopter menjadi satu-satunya alat transportasi. Ketika sebuah helikopter sipil jatuh di atas kota Shusha yang menewaskan 40 orang, lalu lintas helikopter juga terhenti. Sejak Januari 1992, kota itu tidak memiliki listrik.

"Khojaly hidup karena keberanian rakyatnya dan kepahlawanan para pembelanya," ujarnya.

Peristiwa Khojaly pun kini dikenang sebagai tindakan keras Armenia terhadap Azerbaijan. Tepatnya pada 26 Februari 1992, saat musim dingin membekap Azerbaijan, pasukan Armenia, dibantu personil Resimen Senapan Bermotor 366 Uni Soviet, membantai 613 warga Khojaly. Di antara korban tewas terdapat 106 perempuan, 63 anak-anak, dan 70 manula.

Beberapa tahun setelahnya, konflik mereda, hingga terjadi bentrokan baru yang meletus pada 27 September 2020. Masih dalam kepungan pandemi Covid-19, tentara Armenia melancarkan serangan terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan serta melanggar beberapa perjanjian gencatan senjata kemanusiaan. Sekurangnya 2.855 tentara Azerbaijan tewas selama bentrokan.

Kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia pada 10 November untuk mengakhiri pertempuran, dan mencapai resolusi yang komprehensif. Selama konflik 44 hari, Azerbaijan membebaskan beberapa kota dan hampir 300 pemukiman dan desa dari pendudukan selama hampir tiga dekade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement