REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Setidaknya 12 perusahaan besar Jepang sedang mempertimbangkan untuk memutuskan hubungan bisnis dengan China. Hal itu menyusul adanya dugaan kerja paksa terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
Kyodo News dalam laporan investigasinya mengungkap, beberapa perusahaan Jepang tengah mengkaji untuk mengakhiri hubungan bisnisnya dengan perusahaan Cina karena isu Uighur. Sementara, 12 perusahaan besar Jepang hendak menghentikan kesepakatan bisnis mereka dengan Beijing.
"Tekanan meningkat pada perusahaan Jepang untuk mengambil tindakan atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam rantai pasokan," kata Kyodo News dalam laporannya, Senin (23/2).
Menurut Kyodo News, Pemerintah Jepang telah bersikap pasif dalam menanggapi dugaan adanya pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang. Hal itu karena Jepang khawatir memprovokasi China.
Pada Senin (22/2), Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan negaranya membuka diri untuk PBB jika ingin menyelidiki dugaan adanya kerja paksa dan genosida terhadap etnis Uighur di Xinjiang. Dia kembali menekankan tidak ada praktik demikian di wilayah tersebut.
Baca juga : Parlemen Kanada Akui Genosida Muslim Uighur
“Pintu ke Xinjiang selalu terbuka. Orang-orang dari banyak negara yang telah mengunjungi Xinjiang telah mempelajari fakta dan kebenaran di lapangan. China juga menyambut Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (PBB) untuk mengunjungi Xinjiang," kata Wang saat berbicara di Dewan HAM PBB.