Laporan rahasia itu dibuat pasca pembunuhan brutal terhadap Jamal Khashoggi, Oktober 2018 silam, dan akan dipublikasikan secara umum pada Jumat (26/2). Sebelumnya Presiden Donald Trump menolak menerbitkan laporan tersebut.
CIA diyakini memiliki informasi valid yang menggambarkan Pangeran Mohammed bin Salman sebagai dalang pembunuhan.
Bin Salman sejauh ini menolak dikaitkan dengan pembunuhan tersebut. Pemerintah Saudi bersikeras, pembunuhan dan mutilasi terhadap Khashoggi dilakukan oleh oknum yang bertindak atas keinginan sendiri.
Pada Kamis (25/2), Presiden Joe Biden menghubungi Raja Salman untuk melakukan pembicaraan pertama sejak dilantik lima pekan silam. Gedung Putih tidak merinci apakah kedua kepala negara membahas pembunuhan Khashoggi. Biden sendiri mengaku sudah membaca laporan tersebut pada Rabu (24/2).
Deklasifikasi laporan pembunuhan Khashoggi dilakukan ketika pemerintahan baru AS mengkaji ulang kebijakannya terhadap Arab Saudi. Biden berulangkali menegaskan akan kembali mengedepankan prinsip-prinsip HAM dalam ruang diplomasi.
Prinsip HAM vs. Kepentingan politik
Di dalam negeri, dia didesak untuk menjatuhkan sanksi atau menggalang upaya mengisolasi Mohammed bin Salman. Dikhawatirkan, pemerintahan baru AS akan kembali ke kebijakan lama dan cuma mengeluarkan kecaman terhadap pembunuhan Khashoggi, tanpa dibarengi tindakan tegas.
Arab Saudi adalah salah satu sekutu AS paling penting di Timur Tengah, terutama dalam konflik degan Iran.
Namun begitu kasus Khashoggi menjaring dukungan lintas partai di Amerika Serikat. Seorang senator Partai Republik, John Cornyn, Selasa (23/2) lalu mengatakan pihaknya berharap Biden akan "bersikap tegas dan mengatakan bahwa hal itu tidak bisa diterima,” katanya mengomentari pembicaraan Biden dan Raja Salman.
Adapun Senator Tim Kaine dari Partai Demokrat mengaku dirinya memahami jika pemerintah AS mempertimbangkan sanksi terhadap Saudi. "Ini adalah hari penghitungan, sesuatu yang sudah seharusnya sejak lama dilakukan,” ujarnya.
Sejak dilantik Januari silam, Biden berjanji akan merawat hubungan dengan Arab Saudi selama sesuai dengan kepentingan AS. Dia menghentikan dukungan militer terhadap perang yang dilancarkan Saudi di Yaman, serta berjanji akan menghentikan penjualan senjata ke negeri Wahabi tersebut.
Ketika ditanya bagaimana laporan Khashoggi akan mempengaruhi kebijakan Biden terhadap Arab Saudi, juru bicara Gedun Putih Jen Psaki mengatakan pihaknya masih memiliki banyak opsi lain.
"Ada area-area di mana kami akan menyuarakan kekhawatiran dan membuka peluang untuk meminta pertanggungjawaban,” kata dia. "Ada juga area lain di mana kami akan tetap bekerjasama dengan Arab Saudi, mengingat ancaman yang ada di kawasan.”
"Parodi hukum" di Riyadh
Meski baru berstatus pewaris tahta, Mohammed bin Salman berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya dalam waktu singkat. Dia antara lain menyingkirkan pesaing politik di kerajaan, dan memenjarakan aktivis HAM atau pengusaha yang dinilai tidak loyal.
"Semua ini terjadi dalam rentang waktu dua atau tiga tahun,” kata Abdullah al Oudh, pelarian Arab Saudi yang mendapat suaka di AS. "Bayangkan apa yang terjadi 40 tahun ke depan jika kita biarkan dia berkuasa?”
"Orang ini melihat dunia sebagai panggung bagi operasi (pembunuhan),” imbuh bekas kepala penelitian di institut Demokrasi Untuk Dunia Arab itu, srganisasi yang dibentuk oleh Khashoggi sebelum dibunuh.
Pada 2019, pangeran bin Salman mengaku "bertanggungjawab penuh” bahwa pembunuhan terjadi di bawah kekuasaannya, tapi menepis tuduhan ikut terlibat. Atas desakan AS, Arab Saudi akhirnya mendakwa sebagian pelaku dalam sebuah proses rahasia.
Lima di antaranya divonis mati, sementara tiga orang dikenakan hukuman penjara seumur hidup. Namun sembilan bulan kemudian, pengadilan menganulir hukuman mati terhadap kelima terpidana, dan mengubahnya menjadi hukuman kurung selama 20 tahun.
Organisasi HAM, Amnesty International, dan Reporters Withour Borders, menyebut proses persidangan terhadap pelaku pembunuhan Khashoggi sebagai "sebuah parodi hukum.”
rzn/hp (rtr,ap)