Ahad 28 Feb 2021 00:35 WIB

Pandemi Ganggu Kesehatan Mental Anak dan Remaja Jerman

Jumlah anak dan remaja di Jerman mendapat perawatan psikologi disebut meningkat.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Seorang petugas kesehatan mengambil sampel usap dari seorang anak saat menjalani tes di stasiun uji virus corona di sebuah sekolah bermain di Hildburghausen, Jerman, 01 Desember 2020.
Foto: EPA-EFE/RONALD WITTEK
Seorang petugas kesehatan mengambil sampel usap dari seorang anak saat menjalani tes di stasiun uji virus corona di sebuah sekolah bermain di Hildburghausen, Jerman, 01 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Psikiater, psikolog, dan dokter anak di Jerman menghawatirkan penutupan sekolah, pembatasan sosial, dan tindakan pencegahan lainnya selama pandemi memperbesar gangguan kesehatan mental anak dan remaja di negara itu. Ada 13,7 juta anak dan remaja Jerman yang berpotensi terancam krisis mental.

“Kami belum memiliki studi jangka panjang, tapi ada banyak bukti berbasis personal yang terkait peningkatan perawatan di rumah sakit dan praktik psikolog yang membeludak,” ujar profesor psikologi anak dan remaja di Humboldt University di Berlin, Julia Asbrand dikutip AP, Sabtu (27/2).

Survei terbaru University Medical Center Hamburg-Eppendorf menemukan bahwa sekitar satu dari tiga anak menderita kecemasan atau depresi terkait pandemi atau menunjukkan gejala psikosomatis seperti sakit kepala atau sakit perut. Termasuk di dalamnya anak-anak dari keluarga miskin dan imigran.  

Anak dan remaja sejauh ini memang kecil risiko komplikasi Covid-19-nya dibanding orang dewasa. Namun, mereka dinilai lebih rentan secara psikologi.

Analisis perusahaan asuransi kesehatan Jerman DAK memperkuat catatan tentang masalah tersebut. Evaluasi mereka menunjukkan bahwa jumlah anak-anak dan remaja yang ke rumah sakit untuk perawatan psikiatris di Berlin hampir dua kali lipat selama paruh pertama 2020 dibandingkan dengan enam bulan pertama 2019. Momen ini bersamaan ketika sekolah ditutup selama lebih dari dua bulan dalam penguncian pertama di negara itu.

Direktur psikiatri anak dan remaja di rumah sakit Charite Berlin, Christoph Correll, menyatakan statistik tersebut menggarisbawahi tekanan psikologis yang ditimbulkan pandemi pada kaum muda tetapi tidak menggambarkan ruang lingkup masalah. "Rawat inap adalah puncak gunung es,” katanya.

Remaja, terutama perempuan, lebih rentan terhadap gangguan makan dan melukai diri sendiri, dan banyak masalah psikologis anak tidak terdeteksi. Sementara itu orang tua kewalahan dan guru, pekerja sosial, dan dokter anak tidak melakukan kontak rutin dengan siswa, klien dan pasien.

Asbrand khawatir kesehatan mental anak-anak dan remaja belum mendapat perhatian yang cukup selama pandemi. Bersama dengan profesional lain di bidangnya, dia menulis surat terbuka kepada pemerintah Jerman bulan ini untuk mendorong kebutuhan kaum muda agar ditangani dengan lebih baik dalam krisis kesehatan yang sedang berlangsung dan diprioritaskan ketika lingkungan dibuka kembali.

Tindakan segera yang dapat diambil oleh otoritas pemerintah untuk membantu mengurangi kemungkinan masalah adalah dengan mengizinkan kelompok berkumpul untuk sekolah dan olah raga remaja, sejalan dengan kewaspadaan kebersihan dan jarak.

“Kita semua belum tahu bagaimana ini akan berkembang dalam jangka panjang, tapi kita harus fokus pada kesehatan mental remaja sekarang,” kata Asbrand.

Penguncian besar kedua di Jerman dimulai sebelum Natal. Siswa di kelas 1-3 diizinkan kembali ke kelas pekan ini dengan ukuran kelas yang diperkecil dan pelajaran yang terbatas. Pemerintah berharap dapat meringankan pembatasan lebih lanjut dalam beberapa minggu mendatang dan mengatakan bahwa pembukaan kembali semua sekolah adalah prioritas utama.

Tapi, ada kekhawatiran bahwa negara tersebut tergelincir ke gelombang ketiga infeksi karena varian virus yang lebih menular. Lebih dari 2 juta orang telah tertular virus di Jerman dan hampir 70.000 telah meninggal karena Covid-19. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement