REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Utusan Myanmar untuk PBB, Kyaw Moe Tun, dicopot dari jabatannya karena menolak kudeta militer. Atas nama pemerintah sipil, Kyaw Moe Tun diketahui telah mendesak PBB untuk menggunakan berbagai cara guna membatalkan kudeta.
“Duta besar Kyaw Moe Tun telah mengkhianati negara dan berbicara bukan atas nama negara. Dia juga telah menyalahgunakan kekuasaan dan tanggung jawab seorang duta besar,” demikian kata MRTV yang dikelola pemerintah Myanmar.
Pada Jumat (26/2), Moe Tun mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa militer, yang secara resmi dikenal sebagai Tatmadaw, telah menjadi ancaman eksistensial bagi Myanmar. Ia juga menceritakan ihwal kekerasan yang dilakukan terhadap para demonstran anti-kudeta.
"Sekarang bukan waktunya bagi masyarakat internasional untuk mentolerir kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh militer Myanmar," kata utusan PBB itu seperti dilansir dari Anadolu Agency pada Ahad (28/2).
Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat pada 1 Februari, beberapa jam setelah menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa.
Kudeta terjadi beberapa jam sebelum parlemen baru negara itu akan bersidang menyusul pemilihan November di mana NLD memperoleh keuntungan besar. Militer mengklaim terjadi kecurangan pemilu sehingga NLD bisa menang.
Tak lama setelah kudeta 1 Februari, junta mengumumkan darurat militer yang memberlakukan jam malam dan larangan berkumpul yang terdiri dari lima orang atau lebih. Namun, junta gagal meredam protes rakyat dan kampanye pembangkangan sipil yang diprakarsai oleh pejabat pemerintah melawan kekuasaan militer.