REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menjadi negara andalan puluhan negara lain untuk membantu menyelamatkan dari pandemi Covid-19. Negara itu telah menjanjikan sekitar setengah miliar dosis vaksinnya ke lebih dari 45 negara.
Menurut perhitungan Associated Press, penyuntikan dengan vaksin China sudah dimulai di lebih dari 25 negara. Suntikan vaksin dari perusahan China pun telah dikirim ke 11 negara lainnya.
China sedang mencoba membangun citra baik dengan menjanjikan sekitar 10 kali lebih banyak vaksin di luar negeri daripada yang didistribusikan di dalam negeri. Sebanyak empat pembuat vaksin China mengeklaim mampu menghasilkan setidaknya 2,6 miliar dosis tahun ini.
"Kami melihat diplomasi vaksin saat ini mulai berjalan, dengan China memimpin dalam hal kemampuan memproduksi vaksin di China dan membuatnya tersedia untuk orang lain,” kata direktur pendiri Duke Global Health Pusat Inovasi di Duke University, Krishna Udayakumar.
China mengatakan sedang memasok bantuan vaksin ke 53 negara dan mengekspor ke 27. Beijing juga membantah sedang menjalankan diplomasi vaksin. "Beberapa dari mereka menyumbang, beberapa dijual, dan beberapa dijual dengan pembiayaan hutang yang terkait dengannya," kata Udayakumar.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan, China menganggap vaksin itu sebagai barang publik global. Pakar China pun menolak hubungan apa pun antara ekspor vaksinnya dan pembenahan citranya.
"Saya tidak melihat adanya hubungan di sana. China harus berbuat lebih banyak untuk membantu negara lain, karena kondisinya baik-baik saja," kata presiden Center for China and Globalization, sebuah lembaga think-tank Beijing, Wang Huiyao.
Menurut editor pelaksana China Story Blog di Australian National University, Yun Jiang, upaya diplomasi vaksin Beijing baik untuk negara itu sendiri dan negara berkembang. "Karena persaingan memperebutkan pengaruh, negara-negara miskin bisa mendapatkan akses lebih awal untuk vaksin. Tentu saja, itu dengan asumsi bahwa semua vaksin aman dan dikirimkan dengan cara yang benar," ujarnya.
China telah menargetkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang sebagian besar tertinggal. Kondisi ini karena negara-negara kaya meraup sebagian besar vaksin mahal yang diproduksi seperti Pfizer dan Moderna.
Meskipun ada beberapa penundaan pengiriman vaksin di Brasil dan Turki, China sebagian besar memanfaatkan pengiriman yang lebih lambat dari pembuat vaksin Amerika Serikat dan Eropa. Hal itu terjadi seperti di Cile yang menerima dosis vaksin Pfizer yang jauh lebih sedikit daripada yang dijanjikan sebelumnya.
Sebulan setelah program vaksinasi dimulai pada akhir Desember, hanya sekitar 150.000 dari 10 juta dosis Pfizer yang dipesan negara Amerika Selatan tiba. Baru setelah perusahaan China Sinovac Biotech Ltd menukik dengan 4 juta dosis pada akhir Januari, Cile mulai menginokulasi populasinya yang berjumlah 19 juta dengan kecepatan yang mengesankan. Menurut Oxford University, negara ini sekarang memiliki tingkat vaksinasi per kapita tertinggi kelima di dunia.