REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Survei yang dilakukan lembaga think tank Lowy Institute menemukan, satu dari lima warga China-Australia mengalami kekerasan selama pandemi virus corona. Kekerasan juga meningkat saat hubungan Canberra dan Beijing memanas.
Kelompok masyarakat Chinese Australian Forum meminta pemimpin nasional untuk mengatasi rasialisme dengan lebih tegas dan mengakui masyarakat China di Australia adalah kelompok yang memiliki latar belakang dan pandangan politik beragam. Data sensus menunjukkan, lima persen dari 25 juta populasi Australia mengaku berasal dari China.
Setengah responden yang mengikuti jajak pendapat Lowy Institute lahir di luar China Daratan. Sebagian dari mereka lahir di Hong Kong, Malaysia, dan Taiwan.
"China-Australia selalu menjadi terjepit dalam ketegangan geopolitik dengan (China)," kata presiden Chinese Australian Forum, Jason Li, Rabu (3/3).
"Bagaimana kami mengelola ketidakpercayaan terhadap 1,4 juta orang warga Australia akan menjadi ujian yang signifikan bagi multikulturalisme dan nilai-nilai masyarakat liberal yang terbuka," ujarnya.
Tiga perempat responden mengatakan, Australia tempat yang baik atau sangat baik untuk hidup. Jajak pendapat ini dirilis bersamaan Kedutaan Besar China merilis pidato Wakil Kepala Perwakilan China Wang Xining yang menyerang 'orang brengsek' Australia yang mengkritik Pemerintah China.
"Orang-orang brengsek yang sengaja menyerang China, merusak hubungan persahabatan China-Australia dan melukai kesejahteraan kedua bangsa untuk kepentingannya sendiri akan dijauhkan oleh dunia, dan keturunannya akan merasa malu dengan peran negatif mereka dalam sejarah," kata Wang di acara makan malam Dewan Perdagangan China-Australia.
Sebelumnya, Kedutaan Besar China sudah mengajukan keluhan terhadap Australia. Terutama setelah Canberra mendorong penyelidikan independen mengenai asal-usul virus corona, melarang perusahaan telekomunikasi Huawei dalam proyek jaringan 5G dan membatasi investasi asing atas dasar keamanan nasional.
Pada 2018, Australia meloloskan undang-undang intervensi asing. Undang-undang ini meningkatkan pengawasan terhadap donasi politik yang berasal dari China-Australia dan mendorong polisi menggerebek media-media China di Negeri Kanguru.