REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- NGO pengawas tahanan politik di Myanmar menyampaikan lebih dari 50 tewas dan hampir 1.500 orang telah ditangkap sehubungan dengan kudeta militer sejak 1 Februari hingga 1 Maret 2021.
Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) melansir sampai dengan 3 Maret, total 1.498 orang telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman sehubungan dengan kudeta militer.
“Hingga saat ini, lebih dari 50 orang tewas terbunuh karena kekerasan dan penumpasan sewenang-wenang,” ujar AAPP dalam pernyataannya di Myanmar pada Kamis (4/3).
AAPP juga mengatakan sebanyak 1.192 orang masih dipenjara atau menghadapi tuntutan, termasuk 4 orang yang telah divonis.
“AAPP memberikan penghormatan kepada para pahlawan yang mengorbankan nyawa dan kebebasannya untuk memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia,” ujar AAPP.
Baca juga : Demokrat: Moeldoko Pertontonkan Arogansi Kekuasaan
AAPP mengungkapkan meskipun junta Myanmar melancarkan aksi “terorisme” terhadap pengunjuk rasa, para demonstran terus melanjutkan protes damai mereka terhadap kudeta militer di seluruh negeri.
AAPP mengatakan militer melancarkan serangan kepara pengunjuk rasa damai di Yangon, Mandalay, Pyin Oo Lwin, Myingyan, Monywa, Mawlamyine, Loikaw, Yay, Myitkyina, Hpakant, Pyay, Pathein, Taung Twin Gyi, Shwebo, Myan Aung dan Salin.
“Selama penumpasan, warga berhadapan dengan granat kejut, bom asap, gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam,” terang AAPP.
Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mencatat 38 orang tewas pada Rabu menyusul protes massa antikudeta di Myanmar.