Senin 08 Mar 2021 12:06 WIB

Usai Perintah Duterte Tumpas Komunis, 9 Orang Terbunuh

Duterte perintahkan tumpas pemberontak komunis di Filipina

Rep: Ferginadira/ Red: Nashih Nashrullah
Duterte perintahkan tumpas pemberontak komunis di Filipina
Foto: Ace Morandante/Fotografer Istana Malacanang v
Duterte perintahkan tumpas pemberontak komunis di Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Sekurangnya sembilan aktivis terbunuh pada Ahad (7/3) waktu setempat dalam serangan aparat polisi di Filipina utara. 

Ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte memerintahkan jajaran kepolisian membunuh dan menghabisi semua pemberontak komunis di negara itu. 

Baca Juga

Menurut polisi, enam orang ditangkap selama penggerebekan di tiga provinsi di sekitar Metro Manila pada Ahad. Sementara setidaknya enam lainnya melarikan diri. 

Polisi juga mengatakan, pihaknya memiliki surat perintah penangkapan terhadap 18 orang. Pihak kepolisian menambahkan bahwa beberapa dari mereka menolak penangkapan yang mengakibatkan polisi menggunakan kekerasan yang mematikan. 

Kelompok hak asasi Karapatan dan Partai Kabataan (Pemuda) menentang klaim pemerintah tersebut. Pihaknya mengatakan orang-orang yang terbunuh telah dieksekusi.  

"Emmanuel "Manny" Asuncion, seorang pemimpin buruh di Provinsi Cavite, di luar Manila, termasuk di antara mereka yang tewas," kata federasi nelayan Pamalakaya dalam sebuah pernyataan dikutip laman Aljazirah, Ahad. 

UPLB Perspective, publikasi mahasiswa di University of the Philippines, melaporkan bahwa dua orang penyelenggara perburuhan, mereka sepasang suami istri tewas di provinsi Batangas, yang berbatasan dengan ibu kota Filipina. 

Keduanya diidentifikasikan bernama Chai dan Ariel Evangelista, bersama dengan putra mereka yang berusia 10 tahun sebelumnya hilang hanya beberapa jam sebelum kematian mereka. Keberadaan putra mereka masih belum diketahui. 

Karapatan mengatakan, mereka ditahan selama penggerebekan dini hari, tetapi tidak menyebutkan siapa yang menahan mereka. Di Provinsi Rizal, Karapatan juga mengonfirmasi tewasnya dua aktivis menyusul insiden penembakan. 

Sekretaris Jenderal Karapatan, Cristina Palabay, mengatakan militer dengan patuh mengindahkan perintah bunuh, bunuh, dan bunuh dari presiden. Human Rights Watch (HRW) juga menyuarakan keprihatinan tentang penggerebekan mematikan tersebut. Berdasarkan laporan, operasi tersebut tampaknya merupakan rencana terkoordinasi oleh pihak berwenang.  

"Insiden ini jelas merupakan bagian dari kampanye kontra-pemberontakan pemerintah yang semakin brutal yang bertujuan untuk menghilangkan pemberontakan komunis," ujar Phil Robertson, Wakil Direktur HRW Asia. 

Pada Jumat, Presiden Duterte meluncurkan operasi kontra pemberontakan terhadap pemberontak komunis di Mindanao. Ancamannya terhadap komunis menimbulkan ketakutan akan gelombang baru pertumpahan darah yang mirip dengan misinya "perang melawan narkoba" yang menewaskan ribuan orang, termasuk anak-anak. 

Kelompok hak asasi manusia telah mengingatkan bahwa ancaman tersebut tidak lagi membedakan antara pemberontak bersenjata, pembela hak asasi, dan kritik terhadap pemerintahan Duterte. 

"Saya telah memberi tahu militer dan polisi bahwa jika mereka terlibat pertempuran bersenjata dengan pemberontak komunis, bunuh mereka, pastikan Anda benar-benar membunuh mereka dan menghabisi mereka jika mereka masih hidup," kata Duterte. 

"Pastikan untuk mengembalikan jenazah mereka ke keluarga masing-masing. Lupakan hak asasi manusia. Itu pesan saya. Saya bersedia masuk penjara, itu tidak masalah. Saya tidak ragu melakukan hal yang harus saya lakukan," ujarnya menambahkan. 

Pemberontak komunis telah berperang melawan pemerintah sejak 1968, salah satu pemberontakan Maois terlama di dunia. Menurut militer, pemberontakan tersebut telah menewaskan lebih dari 30 ribu orang. 

Beberapa presiden gagal mencapai kesepakatan dengan pemberontak, yang pemimpinnya Jose Maria Sison yang sekarang mengasingkan diri di Belanda. Ketika mencalonkan diri sebagai presiden pada 2016, Duterte berjanji untuk mengakhiri pemberontakan melalui pembicaraan damai. Ini menyoroti hubungannya dengan komandan pemberontak ketika dia menjadi walikota Kota Davao di Mindanao, tempat pemberontakan komunis masih aktif. 

Sumber: aljazeera 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement