REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA – Ombudsman hak asasi manusia, menyatakan lebih dari 11.000 orang atau setara dengan tujuh orang per jam telah terusir dari tempat tinggalnya sepanjang 2021, Senin (8/3). Peristiwa ini terjadi akibat pertempuran antarkelompok bersenjata di Kolombia.
"Ada 16 peristiwa pemindahan massal perkotaan dan 14 peristiwa pemindahan massal pedesaan yang mempengaruhi total 4.062 keluarga, 11.150 orang," kata ombudsman, Carlos Camargo dalam sebuah pernyataan.
Geng-geng kejahatan, milisi Tentara Pembebasan Nasional (ELN) sayap kiri, dan mantan anggota pemberontak FARC yang menolak kesepakatan damai saling berperang. Kelompok tersebut mencoba memperebutkan kekuasan terhadap perdagangan narkoba dan area pertambangan ilegal yang sebagian besar di tempat-tempat yang dihuni oleh orang kulit hitam dan penduduk asli Kolombia.
"Sebanyak 90 persen (dari mereka yang mengungsi) berasal dari komunitas etnis dari Kolombia Pasifik," ujar Kantor Ombudsman.
Angka dari kantor ombudsman menunjukkan, ada 28.509 orang mengungsi dan 90 peristiwa pengungsian massal tahun lalu. Sebanyak 40 komunitas di provinsi Pasifik Choco, Cauca dan Narino tahun ini menderita pengurungan karena sengketa wilayah antara kelompok bersenjata.
Kota pelabuhan Buenaventura adalah pusat perpindahan perkotaan, ketika geng-geng lokal berjuang untuk menguasai rute perdagangan narkoba maritim ke Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah peristiwa yang meneror penduduk dengan pembunuhan yang ditargetkan, perekrutan dan penggunaan anak-anak dan remaja, ancaman dan secara umum, praktik penaklukan dan pengawasan penduduk," ujar Kantor Ombudsman.
Pemerintahan Presiden Ivan Duque telah berulang kali berjanji untuk memerangi kelompok bersenjata ilegal yang disalahkan atas pembunuhan aktivis hak asasi manusia dan komunitas serta pembunuhan massal baru-baru ini. Kekerasan tersebut menjadikan Duque sasaran kritik internasional karena gagal membendung pertumpahan darah.