Selasa 09 Mar 2021 19:33 WIB

Jubir AS: Warga Muslim Ditolak Visa Bisa Ajukan yang Baru

Presiden AS Joe Biden mencabut kebijakan larangan perjalanan dari negara Muslim.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Bandara Internasional John F Kennedy di New York, Amerika Serikat.
Foto: solutionsbyharper.com
Bandara Internasional John F Kennedy di New York, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) kembali membuka pintu bagi warga dari negara-negara Muslim. Mereka yang sempat terimbas kebijakan larangan perjalanan era mantan presiden Donald Trump diperkenankan mengajukan permohonan visa baru untuk masuk Negeri Paman Sam.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengungkapkan, warga dari negara Muslim yang visanya ditolak sebelum 20 Januari 2020, dapat mengajukan permohonan baru. "Mereka yang ditolak pada atau setelah 20 Januari 2020, dapat meminta pertimbangan ulang tanpa mengajukan kembali aplikasi mereka dan tidak perlu membayar biaya tambahan," kata Price pada Senin (8/3).

Baca Juga

Pada 20 Januari lalu, sesaat setelah dilantik, Presiden AS Joe Biden mencabut kebijakan larangan perjalanan dari negara Muslim yang diberlakukan era pemerintahan Trump. Dia menyebut kebijakan itu sebagai noda pada hati nurani nasional AS.

Pada 6 Maret 2017, Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif yang melarang warga dari enam negara mayoritas Muslim memasuki AS. Melindungi negara dari ancaman dan tindakan terorisme adalah alasan utama di balik lahirnya perintah tersebut. Negara yang masuk dalam daftar larangan adalah Libya, Iran, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.

Kebijakan larangan perjalanan itu menuai kritik karena dianggap diskriminatif dan rasialis. Pengadilan federal AS sempat menangguhkan kebijakan tersebut karena dianggap berangkat dari intoleransi dan diskriminasi. Namun kala itu pemerintahan Trump mendesak Mahkamah Agung untuk memulihkannya.

"Kami telah meminta Mahkamah Agung mendengarkan kasus penting ini dan yakin bahwa perintah eksekutif Presiden Trump sesuai dengan kewenangannya untuk menjaga agar negara tetap aman dan masyarakat terlindung dari terorisme," ungkap mantan juru bicara Departemen Kehakiman AS Sarah Isgur Flores pada Juni 2017.

Kala itu Flores mengatakan Trump dinilai tidak diharuskan mengakui orang-orang dari negara-negara yang mensponsori atau melindungi terorisme. "Sampai dia menentukan bahwa mereka dapat diperiksa dengan benar dan tidak menimbulkan risiko keamanan bagi AS," ujarnya.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, sejak Desember 2017, yakni setelah versi revisi dari larangan perjalanan asli diberlakukan Mahkamah Agung AS, sekitar 40 ribu orang telah dilarang memasuki negara tersebut. Selama masa pemerintahannya, Trump menambahkan dan menghapus negara dari daftar larangan perjalananya.

Pada akhir masa kepemimpinan Trump, negara yang masih tercantum dalam daftar adalah Myanmar, Eritrea, Iran, Kyrgyzstan, Libya, Nigeria, Korea Utara, Somalia, Sudan, Suriah, Tanzania, Venezuela, dan Yaman.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement