Kamis 11 Mar 2021 11:19 WIB

DK PBB Kecam Kekerasan Junta di Myanmar

Junta membenarkan kudeta dengan tudingan pemilu November sarat penipuan

Rep: fergi nadira/ Red: Hiru Muhammad
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.
Foto: AP
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu (10/3) mengecam kekerasan junta dan aparat kepolisian terhadap pengunjuk rasa damai penentang kudeta Myanmar. DK PBB juga meminta junta untuk menahan diri dari bertindak berdasarkan kewenangannya.

Dalam sebuah pernyataan, DK PBB mengatakan, pihaknya mengutuk keras kekerasan aparat polisi pada pengunjuk rasa termasuk wanita, pemuda, dan anak-anak. Dewan meminta militer untuk menahan diri sepenuhnya dan menekankan bahwa pihaknya mengikuti situasi dengan cermat.

Namun demikian, bahasa yang mengutuk kudeta dan mengancam kemungkinan tindakan lebih lanjut telah dihapus dari teks rancangan Inggris, karena ditentang oleh Cina, Rusia, India dan Vietnam. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, dia berharap pernyataan DK PBB akan mendorong militer untuk menyadari betapa sangat penting bahwa semua tahanan politik yang ditahan junta harus dibebaskan dan bahwa hasil pemilihan November juga harus dihormati.

Junta telah membenarkan kudeta dengan tudingan pemilihan umum November yang diselimuti penipuan. Hal itu tetap dijadikan pembenaran oleh junta untuk melakukan kudta yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing meski komisi pemilihan menolak tudingan penipuan tersebut. Junta pun memberlakukan keadaan darurat dan menjanjikan pemilu baru, tapi belum mengatakan kapan.

Guterres mengakui bahwa Myanmar bukanlah demokrasi yang sempurna sebelum kudeta. "Itu masih sangat di bawah kendali militer dalam banyak aspek, yang membuat kudeta ini semakin sulit dipahami, terutama tuduhan kecurangan pemilu oleh mereka yang sebagian besar menguasai negara," katanya.

Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar mencatat sekitar lebih dari 2.000 orang telah ditahan oleh pasukan keamanan sejak 1 Febuari. Sementara leih dari 60 pengunjuk rasa telah tewas akibat kekerasan aparat terhadap pengunjuk rasa damai di kota-kota besar maupun kecil di seluruh Myanmar.

Pada Rabu, pasukan keamanan lagi-lagi menembakkan gas air mata dan peluru karet dengan dalih membubarkan pendemo. Aparat menjebak pendemo anti-junta hingga larut malam di dua distrik di Yangon.

Beberapa pendemo yang berhasil lolos blokade aparat menceritakan sejulah penangkapan. Menurut mereka, beberapa dari pendemo yang tertangkap telah dipukuli.

Televisi pemerintah MRTV mengumumkan surat perintah penangkapan terhadap beberapa pemimpin protes pemuda terkenal dan menunjukkan gambar 29 pengunjuk rasa yang dicari. Para pengunjuk rasa telah menyerukan perlindungan dan tindakan internasional terhadap junta.

Pada Rabu, polisi juga menyerbu sebuah kompleks di perumahan staf kereta api Yangon dan mengepung ratusan pengunjuk rasa di distrik Okkalapa Utara, di bagian lain kota. Lebih dari 100 orang ditangkap di dua lokasi tersebut. Hingga kini, polisi dan tentara kembali tidak bisa dihubungi untuk menanggapi permintaan komentar.

 

 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement