REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas pertanian di tingkat global meroket 50 persen sejak pertengahan tahun 2020. Hal ini menurut ekonom dari Rabobank.
Dalam laporan baru tersebut, kenaikan harga gandum, jagung, kedelai, gula, dan berbagai komoditas lainnya disebabkan kondisi La Niña di belahan utara dunia. Selain itu, kenaikan harga pangan juga dipicu mata uang Amerika Serikat yang melemah, spekulan pasar, dan meningkatnya permintaan dari negara-negara pengimpor.
Temuan ini diperkuat oleh Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) yang melacak perubahan harga bulanan untuk sejumlah bahan pangan pokok. FAO mengungkapkan, harga sereal, minyak nabati, gula, susu, dan daging pada Januari 2021 telah naik ke level tertinggi sejak 2015.
Analis komoditas senior Rabobank, Charles Clack mengatakan harga masih akan naik sampai level yang tertinggi untuk beberapa waktu mendatang.
"Kami perkirakan dolar Amerika Serikat tidak akan menguat dalam waktu dekat (dan) La Niña akan terus menyebabkan kondisi yang lebih kering di belahan bumi utara, sementara permintaan global akan tetap kuat," katanya.
Musim panas lalu, petani gandum Australia menuai hasil panen besar-besaran dan akan mengeruk keuntungan dari hasil panen yang melimpah untuk dijual ketika harga sedang tinggi.
"Kondisi ini sangat positif bagi petani dan masyarakat pedesaan," kata Charles.
Analisis oleh lembaga prakiraan komoditas milik pemerintah Australia, ABARES, menemukan harga pangan lokal naik tipis pada tahun 2020, terutama dipicu kenaikan harga daging.
ABARES memperingatkan kemungkinan ada kenaikan harga di tingkat petani untuk buah dan sayuran, karena produksi yang lebih rendah tahun ini.