REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Setidaknya dua orang tewas ditembak polisi di Myanmar semalam, media domestik melaporkan, ketika para aktivis menyerukan lebih banyak protes anti-kudeta pada peringatan kematian seorang siswa yang pembunuhannya pada 1988 memicu pemberontakan melawan pemerintah.
Seruan pada Sabtu (13/3) untuk protes datang ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang berjanji untuk bekerja sama memulihkan demokrasi di Myanmar di mana kekerasan telah meningkat ketika pihak berwenang menindak protes dan pembangkangan sipil. Media domestik melaporkan dua pengunjuk rasa tewas dalam penembakan polisi di distrik Tharketa, ibu kota komersial Myanmar, Yangon, semalam.
DVB News mengatakan polisi menembaki kerumunan yang berkumpul di luar kantor polisi Tharketa menuntut pembebasan orang yang ditangkap. Poster-poster tersebar di media sosial yang menyerukan kepada orang-orang untuk turun ke jalan untuk memprotes junta dan untuk menandai peringatan kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada 1988 di tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon. Penembakan terhadapnya dan siswa lain yang meninggal beberapa minggu kemudian memicu protes luas terhadap pemerintah militer yang dikenal sebagai kampanye 8-8-88, karena mencapai puncaknya pada Agustus tahun itu.
Diperkirakan 3.000 orang tewas ketika tentara menumpas pemberontakan. Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi selama gerakan dan ditahan di rumah selama hampir dua dekade. Dia dibebaskan pada 2008 ketika militer memulai reformasi demokrasi dan Liga Nasional untuk Demokrasi miliknya memenangkan pemilu pada 2015 dan sekali lagi pada November tahun lalu.