Selasa 16 Mar 2021 07:21 WIB

Portugal Tangguhkan Sementara Suntikan Vaksin AstraZeneca

Portugal menyebut belum ada kasus efek samping parah pascavaksinasi AstraZeneca.

Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca Covid-19. Ilustrasi
Foto: Jung Yeon-je /Pool via AP
Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca Covid-19. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LISBON -- Portugal untuk sementara menangguhkan suntikan AstraZeneca Covid-19 pada Senin (15/3). Langkah ini mengikuti jejak beberapa negara Eropa lain di tengah kekhawatiran atas kemungkinan efek samping yang serius.

Sebelumnya, Spanyol, Prancis, Jerman, dan Italia telah bergabung dengan Denmark, Norwegia, dan beberapa negara lain untuk menangguhkan penggunaan vaksin tersebut. Itu setelah ada laporan pengentalan darah pada beberapa pasien penenerima vaksin Astrazeneca.

Kepala Otoritas Kesehatan DGS (Direktorat Jenderal Kesehatan) Portugal Grasa Freitas mengatakan dalam konferensi pers bahwa sejauh ini tidak ada kasus serupa dilaporkan di Portugal. Ia juga menyebutkan meskipun efek samping itu "sangat parah" namun efek samping itu "sangat jarang".

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak ada bukti bahwa insiden-insiden itu (pengentalan darah pada pasien setelah divaksin) disebabkan oleh vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca, sebuah perusahaan Inggris-Swedia, dengan Universitas Oxford.

Regulator obat-obatan Uni Eropa (EMA) mengatakan akan bertemu pada Kamis (18/3) untuk menganalisis situasi dan menegaskan kembali pandangannya bahwa manfaat obat itu lebih besar daripada risikonya.

Baca juga : Vaksinasi Lansia dan Hoaks yang Bikin Ciut Nyali

Portugal, yang telah menderita 814.513 kasus dan 16.694 kematian, sejauh ini telah memberikan sekitar 1,1 juta dosis vaksin. Sebagian besar suntikan dari vaksin yang diproduksi Pfizer-BioNTech.

Kepala Satuan Tugas Vaksinasi Portugal, Henrique Gouveia e Melo mengatakan, vaksin AstraZeneca yang sejauh ini tiba di Portugal akan disimpan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement