REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris pada Senin (15/3) waktu setempat memutuskan memberikan sanksi terhadap enam sekutu Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Sanksi tersebut diberikan termasuk kepada menteri luar negeri Suriah dan penasihat dekat Assad.
"Rezim Assad telah menundukkan rakyat Suriah selama satu dekade kebrutalan karena keberanian menuntut reformasi damai," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab seperti dikutip laman Middle East Monitor, Selasa (16/3).
"Kami menahan enam orang lagi dari rezim untuk bertanggung jawab atas serangan besar-besaran mereka terhadap warga yang seharusnya mereka lindungi," ujarnya melanjutkan.
Mereka yang dijatuhi sanksi termasuk Menteri Luar Negeri Faisal Miqdad, penasihat Assad Luna Al-Shibl, pemodal Yassar Ibrahim, pengusaha Muhammad Bara 'Al-Qatirji, komandan Pengawal Republik Malik Aliaa dan Mayor Angkatan Darat Zaid Salah. Tindakan tersebut adalah yang pertama kali diberlakukan terhadap kepemimpinan Suriah, yang didukung oleh Rusia dan Iran, di bawah kebijakan sanksi independen Inggris pasca-Brexit.
Hal itu mengikuti 353 sanksi yang sudah diperpanjang dari daftar sanksi Uni Eropa. Inggris sebelumnya menjatuhkan sanski melalui Uni Eropa.
Sanksi terbaru itu dijatuhkan ketika Sunday Times melaporkan bahwa otoritas Inggris meluncurkan penyelidikan awal terhadap istri Al-Assad, Asma Al-Assad. Penyelidikan polisi dapat mengakibatkan dia dicabut kewarganegaraan Inggrisnya jika dia terbukti bersalah karena menghasut untuk melakukan terorisme.
Kasus terhadap Asma diajukan Guernica 37, sebuah firma hukum keadilan internasional yang berfokus pada konflik yang juga menangani litigasi transnasional yang melibatkan penegakan perlindungan hak asasi manusia (HAM) fundamental. Guerinca 37 menyebut, penyelidikan terhadap Asma adalah langkah penting dalam meminta pertanggungjawaban pejabat politik senior Suriah atas tindakan mereka. Guerinca 37 mengatakan, karena Asma juga menyandang kewarganegaraan Inggris, penting baginya menghadapi penuntutan jika bukti mendukung tuduhan tersebut.