Rabu 17 Mar 2021 13:35 WIB

AS-Jepang Melawan China di Indo-Pasifik

Komunike juga memperingatkan China terkait aktivitasnya di lepas Pulau Senkaku.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Kim Kyung-Hoon/AP Photo/picture alliance
Kim Kyung-Hoon/AP Photo/picture alliance

Amerika Serikat (AS) dan Jepang mengeluarkan pernyataan bersama usai pertemuan di Tokyo, yakni mengutuk ‘’pemaksaan dan agresi’’ China di kawasan Indo-Pasifik. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, yang ditemani Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dan Menteri Luar Negeri Jepang, Toshimitsu Motegi, serta Menteri Pertahanan Jepang, Nobuo Kishi mengatakan mereka tidak akan menoleransi ‘’perilaku destabilisasi’’ China.

Pertemuan Blinken dan Austin dengan menteri Jepang dilakukan dalam agenda perjalanan luar negeri pertama mereka sebagai anggota pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Kunjungan dua pejabat tinggi AS itu dilakukan ketika Presiden Biden ingin memulihkan hubungan dengan sekutunya usai tahun-tahun penuh ketegangan di bawah mantan Presiden Donald Trump. Kunjungan ini juga menggarisbawahi pentingnya AS menempatkan stabilitas di kawasan tersebut.

Para analis mengomentari pernyataan kuat kedua negara sebagai ‘’hal yang belum pernah terjadi sebelumnya’’, namun sekaligus melambangkan kekhawatiran AS-Jepang terhadap upaya China mendapatkan keunggulan militer, ekonomi, dan geopolitik di Asia.

"Kekuatan kata-kata dari pernyataan ini mengejutkan, terutama dari perspektif Jepang karena Tokyo pada umumnya lebih memilih untuk mengambil pendekatan yang lebih halus atau diplomatik," ujar Go Ito, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Meiji Tokyo, kepada DW.

"Saya harus mengatakan, ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tetapi ini juga jelas menunjukkan bahwa ada banyak rasa frustrasi dari pemerintah Jepang bahwa Beijing secara efektif mengabaikan seruan komunitas internasional untuk moderasi dan memperhatikan kekuatan ekonomi, diplomatik dan militer yang mereka gunakan di wilayah tersebut, "katanya.

‘‘Tidak berdampak banyak terhadap Jepang, tentu saja, tetapi itu memungkinkan Beijing untuk memberikan lebih banyak pengaruh atas negara-negara yang lebih kecil dan kurang berkembang di kawasan itu."

Klaim teritorial China yang 'melanggar hukum'

Dalam pernyataan tersebut, para menteri menyatakan keberatan mereka terhadap klaim "tidak sah" China atas pulau-pulau dan wilayah laut di sekitarnya di Laut China Selatan. Beijing dinilai secara sepihak menduduki dan mengembangkan wilayah militer yang juga diklaim Vietnam, Filipina, Taiwan, Brunei, dan Malaysia.

Jepang dan AS juga menyerukan "perdamaian dan stabilitas" di Selat Taiwan, karena dalam beberapa bulan terakhir, Cina meningkatkan kehadiran militernya untuk mengintimidasi pemerintah di Taipei. Beijing menegaskan, Taiwan adalah provinsi pemberontak, dan China akan mempertahankan Taiwan tetap dalam wilayahnya, jika perlu dengan kekerasan.

Komunike bersama juga memperingatkan Cina terkait aktivitasnya di lepas pulau Senkaku, yang dikenal di Cina sebagai pulau Diaoyu, sebuah kepulauan tak berpenghuni yang dikelola sebagai bagian dari Prefektur Okinawa Jepang tetapi diklaim oleh Cina sebagai bagian dari wilayahnya.

"Saya rasa, mengingat reaksi yang sangat kuat dari Jepang dan AS, Cina mungkin akan mencoba sedikit lebih tenang dan berusaha menggunakan kekuatannya untuk menarik lebih banyak negara berkembang ke pihaknya sendiri dalam konfrontasi yang berkembang ini," kata Ito. "Beijing akan sadar bahwa mereka membutuhkan lebih banyak teman."

Memperkuat aliansi trilateral AS-Jepang-Korea

Blinken dan Austin melanjutkan perjalanan ke Korea Selatan untuk melakukan pembicaraan dengan sekutu utama AS lainnya di Asia timur laut pada hari ini Rabu (17/03). Keduanya akan mengadakan pertemuan two-plus-two (2+2) dengan mitra lokal mereka, Menteri Luar Negeri Chung Eui-yong dan Menteri Pertahanan Suh Wook.

Pembahasan akan didominasi seputar tantangan yang ditimbulkan oleh Cina dan Korea Utara, namun kedua belah pihak juga akan menggunakan kesempatan tersebut untuk menandatangani kesepakatan tentang biaya yang dibayarkan Seoul untuk pemeliharaan kehadiran 28.500 militer AS di Selatan. Sebelumnya, di bawah pemerintahan Trump, kedua negara berselisih mengenai jumlah yang harus dibayar Seoul.

AS diharapkan mampu mendorong Korea Selatan untuk mengubur perbedaan pendapat historisnya dengan Jepang, untuk memperkuat aliansi trilateral dan lebih berperan dalam aliansi Quad.

Korea Selatan bekerja sama dengan Quad?

Pemerintahan Presiden Moon Jae-in mendapat tekanan untuk bekerja lebih dekat dengan aliansi Quad, yang mencakup AS, Jepang, India, dan Australia.

Seoul "tidak dapat mengulangi cobaan dan kesalahan di masa lalu, terutama ketika berurusan dengan Korea Utara, kata editorial di surat kabar Korea JoongAng Daily.

Leif-Eric Easley, seorang profesor studi internasional di Ewha Womans University di Seoul, mengatakan kepada DW bahwa Quad sangat penting bagi Korea Selatan karena "akan menjadi pilar kebijakan luar negeri pemerintahan Biden."

"Quad bukanlah aliansi anti-Cina, ini adalah koalisi negara-negara yang berpikiran sama untuk mengatasi tantangan bersama dan berkomitmen pada tatanan berbasis aturan," katanya.

"Beijing tidak akan menjadi target kecuali jika melanggar norma-norma, termasuk kebebasan navigasi, penyelesaian sengketa secara damai, komitmen perdagangan dan hak asasi manusia," tambah pakar tersebut. Itu semua adalah masalah yang menjadi kepentingan nasional Seoul. (pkp/gtp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement