REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Organisasi kemanusiaan Amnesty International merilis laporan mengenai penyiksaan terhadap pengungsi Suriah yang ditahan di Lebanon. Para tahanan mengaku mereka dipukuli dengan pentungan besi, pipa plastik, dan disetrum dengan kabel listrik, serta digantung terbalik dalam waktu yang lama.
Pada Selasa (23/3), Aljazirah melaporkan laporan tersebut mendokumentasikan 26 kasus pengungsi Suriah termasuk empat orang anak-anak yang ditahan di Lebanon atas dugaan terorisme. Sejak 2011, ratusan pengungsi Suriah ditahan di Lebanon.
Dalam laporan itu Amnesty International mengatakan para pengungsi kerap didakwa dengan pasal yang berhubungan dengan terorisme atau dituduh memiliki hubungan dengan anggota kelompok bersenjata. Hanya satu dari 26 orang itu yang mengaku tidak disiksa selama proses interogasi atau penahanan.
Amnesty mengatakan para pengungsi itu biasanya ditahan di pusat intelijen militer Ablah, markas Pasukan Keamanan di Beirut atau di Kementerian Pertahanan. Dua orang penyintas baru berusia 15 dan 16 tahun saat ditahan.
Laporan Amnesty menyebutkan empat orang mengakui dipukuli begitu keras hingga kehilangan kesadaran. Dua di antaranya mengaku dipukuli hingga gigi mereka patah.
Beberapa tahanan mengatakan mereka mengalami teknik penyiksaan yang kerap digunakan penjara-penjara Suriah. Seperti karpet terbang yakni mengikat tahanan di papan kayu, shabeh atau mengikat pergelangan tangan tahanan lalu memukulinya, dan balango, mengikat pergelangan tangan tahanan ke punggungnya selama berjam-jam.
Bassel salah satu mantan tahanan mengatakan setelah ia dipindahkan ke penjara Rihaniyyeh setiap hari ia dipukuli begitu keras selama tiga pekan hingga lukanya membusuk. "Mereka memukuli punggung kami dengan pipa plastik dari kamar mandi," katanya pada Amnesty.
"Luka di punggung saya terbuka lalu mulai menjadi sangat buruk, hingga akhirnya ada cacing di dalam luka saya," ujarnya.