REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia akan mengembalikan satu kontainer berisi sampah plastik dari Amerika Serikat (AS). Pengiriman kembali ini dilakukan karena dianggap melanggar aturan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang limbah berbahaya.
Juru Bicara Kementerian Lingkungan Malaysia Mohamad Khalil Zaiyany Sumiran mengatakan kepada Reuters bahwa kiriman limbah yang tidak mengantongi persetujuan sebelumnya untuk diimpor ke Malaysia, sedang dalam perjalanan dari AS.
"Setelah penyelidikan, Malaysia akan mengirim kembali peti kemas itu ke negara asal," kata Mohamad Khalil, Rabu (24/3), tanpa menyebut kapan tepatnya kiriman akan tiba.
Menteri Lingkungan Malaysia Tuan Ibrahim Tuan Man mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (20/3) bahwa pihak berwenang akan melarang kontainer, yang dikirim dari Los Angeles, California pada 14 Maret.
Dua tahun lalu, lebih dari 180 negara setuju untuk melarang perdagangan sampah plastik yang sulit didaur ulang sebagai upaya untuk menghentikan negara-negara kaya membuang sampah di negara berkembang, yang seringkali berakhir dengan mencemari lingkungan lokal dan laut.
Aturan baru PBB yang mengatur perdagangan limbah berbahaya, yang berada di bawah Konvensi Basel, mulai berlaku pada Januari tahun ini. Negara-negara penandatangan konvensi itu sekarang hanya dapat memperdagangkan limbah plastik jika memenuhi kriteria kontaminasi rendah tertentu yang berarti bersih, dipilah dan mudah didaur ulang atau jika negara pengekspor mendapat persetujuan sebelumnya dari negara pengimpor.
AS, yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik per kapita dibandingkan negara lain, adalah satu-satunya negara besar yang tidak meratifikasi Konvensi Basel dan tidak terikat oleh peraturannya. Namun, berdasarkan perjanjian tersebut, Malaysia tidak dapat menerima sampah plastik terlarang dari AS.
Malaysia, yang menjadi tujuan utama sampah plastik dunia setelah China, melarang impor pada 2018 dan telah mengembalikan ribuan ton sampah plastik sejak saat itu.