REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) akan menjatuhkan sanksi kepada dua korporasi yang dikendalikan oleh militer Myanmar. Departemen Keuangan AS memasukkan Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) ke dalam daftar hitam dan membekukan aset apa pun yang mereka miliki di AS.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden mengeluarkan perintah eksekutif pada 11 Februari yang membuka jalan bagi sanksi baru terhadap militer Myanmar dan kepentingannya. Perintah tersebut membekukan cadangan sekitar 1 miliar dolar AS yang dipegang bank sentral Myanmar di New York Fed, yang coba ditarik oleh junta setelah merebut kekuasaan.
Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan Kanada, telah menjatuhkan beberapa sanksi terhadap jenderal tinggi Myanmar termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing. Namun dari sejumlah sanksi yang dijatuhkan oleh negara Barat, tidak ada yang menargetkan kepentingan bisnis militer Myanmar.
Militer mengendalikan sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka. Myanmar menguasai sejumlah kepentingan bisnis mulai dari perusahaan bir, rokok, telekomunikasi, ban, pertambangan, dan real estat.
Aktivis telah menyerukan sanksi untuk membuat militer kehilangan pendapatan. Aktivis juga meminta sejumlah pihak menekan proyek minyak dan gas yang dikuasai militer, dan merupakan sumber pendapatan utama bagi Myanmar.
Militer melakukan kudeta pada 1 Februari dan menahan para pemimpin sipil termasuk peraih Nobel Aung San Suu Kyi. Militer mengklaim ada kecurangan dalam pemilu yang dimenangkan oleh Suu Kyi. Kudeta memicu pemberontakan yang meluas di Myanmar. Pasukan keamanan menggunakan kekerasan untuk menghadapi para demonstran sehingga menimbulkan korban jiwa. Hingga saat ini sedikitnya 275 orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.