Sabtu 27 Mar 2021 06:45 WIB

Uni Eropa Pastikan Vaksin AstraZeneca Tersedia Dalam Negeri

Eropa canangkan jadi pemimpin dunia dalam produksi vaksin Covid-19.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Indira Rezkisari
Vaksin AstraZeneca COVID-19
Foto: APAlberto Pezzali
Vaksin AstraZeneca COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Uni Eropa memastikan bahwa vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh AstraZeneca di Eropa tidak akan diekspor hingga perusahaan kembali memenuhi komitmen untuk memasok negara-negara anggota blok tersebut. Uni Eropa telah memperketat pengawasan terhadap ekspor vaksin virus corona dengan memblokir pengiriman ke negara-negara yang memiliki tingkat inokulasi tinggi seperti Inggris Raya.

"Kami memiliki alat dan akan memastikan semuanya tetap di Eropa sampai perusahaan kembali ke komitmennya," ujar Komisaris Pasar Internal Thierry Breton.

Baca Juga

Breton mengatakan, Eropa harus menjadi pemimpin dunia dalam memproduksi vaksin virus corona pada akhir tahun dengan 52 pabrik ikut serta dalam prosesnya di seluruh benua. Breton juga mengatakan, Eropa seharusnya memvaksinasi cukup banyak orang di musim panas atau sekitar pertengahan Juli, untuk mencapai tingkat kekebalan global.

Pada akhir tahun, Eropa harus memiliki kapasitas untuk memproduksi antara dua dan tiga miliar dosis secara keseluruhan. Breton mengunjungi perusahaan farmasi Reig Jofre di Barcelona. Perusahaan itu akan memproduksi virus corona dari Johnson & Johnson mulai pertengahan Juni.

Menteri Perindustrian Spanyol, Reyes Maroto, mengatakan, perusahaan Reig Jofre memiliki kapasitas melebihi 100 juta dosis per hari. Kehadiran vaksin Covid-19 dari Johnson & Johnson adalah dorongan untuk meningkatkan vaksinasi di Eropa.

Kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Afrika menyerukan akses vaksin yang adil. Hal itu agar cakupan dan jangkauan vaksinasi Covid-19 di benua tersebut dapat diperluas.

Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, mengatakan Afrika sangat membutuhkan lebih banyak vaksin. Hal itu karena mulai melambatnya pengiriman vaksin. Selain itu stok awal vaksin yang diterima beberapa negara Afrika hampir habis.

"Perlambatan pasokan vaksin dapat memperpanjang perjalanan menyakitkan untuk mengakhiri pandemi ini bagi jutaan orang di Afrika," kata Moeti dalam sebuah konferensi pers virtual pada Kamis (25/3), dikutip laman Anadolu Agency.

Dia kembali menekankan bahwa upaya memperoleh vaksin tidak boleh menjadi kompetisi. "Akses yang adil akan menguntungkan semua dan bukan hanya sebagian dari kita," ujarnya.

Menurut WHO, sejauh ini 44 negara Afrika telah menerima vaksin melalui fasilitas Covax atau melalui sumbangan dan perjanjian bilateral. Sebanyak 32 negara di antaranya telah memulai vaksinasi. "Vaksin tetap menjadi cara kami yang paling pasti untuk mengatasi pandemi ini," kata Koordinator program imunisasi dan pengembangan vaksin untuk WHO Afrika, Richard Mihigo, dilansir dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement