REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mengatakan pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengambil langkah yang salah dalam merespons uji coba rudal terbaru mereka. Korut mengatakan, kritik AS atas uji coba itu mengungkapkan 'sikap memusuhi yang sudah berakar'.
Pada Jumat (26/3) kemarin, Korut mengatakan mereka telah meluncurkan rudal jarak pendek taktik jenis baru. Biden mengatakan, uji coba itu melanggar resolusi PBB, tapi ia tetap berharap dapat menggelar dialog dengan Pyongyang.
Sekretaris Komite Partai Komunis Korut, Ri Pyong Chol, mengatakan, uji coba tersebut adalah bela diri dari ancaman yang ditimbulkan Korea Selatan (Korsel) dan AS. Pyongyang menilai latihan militer gabungan Seoul dan Washington mengancam keamanan nasional mereka.
"Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam karena kepala eksekutif AS menyatakan uji coba senjata dan latihan rutin yang sudah menjadi hak kami dalam membela diri sebagai pelanggaran resolusi PBB dan mengungkapkan dengan terbuka sikap memusuhi yang mengakar," kata Ri dalam pernyataan yang dilaporkan kantor berita KCNA, Sabtu (27/3).
Ri mengatakan, pernyataan Biden 'melanggar hak Korut untuk membela diri dan sebuah provokasi'. Ia menambahkan, Washington akan menghadapi 'sesuatu yang tidak baik' bila terus membuat 'pernyataan yang tidak bijaksana'.
"Kami tidak membangun senjata untuk menarik perhatian seseorang atau memengaruhi kebijaksanaannya. Saya pikir pemerintahan AS yang baru telah mengambil langkah yang salah," kata Ri menambahkan.
Ia menuduh pemerintah Biden 'mengeksploitasi setiap kesempatan' untuk memprovokasi Pyongyang sebagai 'ancaman terhadap keamanan'. Uji coba rudal Korut digelar satu hari setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berjanji untuk mengusahakan denuklirisasi Korut dalam kunjungannya ke Seoul.