REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL –
Korea Utara (Korut) menyatakan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengambil langkah yang salah dan memulai "permusuhan yang mendalam" dengan mengkritik uji coba rudalnya.
Sebelumnya, Biden mengatakan uji coba itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan Amerika Serikat tetap terbuka untuk melakukan diplomasi dengan Pyongyang.
Sekretaris Komite Sentral Partai Buruh, Ri Pyong-chol, mengatakan uji coba itu merupakan pertahanan diri terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat. Diketahui, Korea Selatan dan Amerika Serikat menggelar latihan militer gabungan dengan senjata canggih yang mereka miliki.
"Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam kami atas kepala eksekutif Amerika Serikat yang menyalahkan uji coba reguler, pelaksanaan hak negara kami untuk membela diri, sebagai pelanggaran 'resolusi' PBB dan secara terbuka mengungkapkan permusuhannya yang mendalam," kata Ri dalam sebuah pernyataan oleh kantor berita resmi KCNA.
Ri menambahkan, pernyataan Biden adalah "pelanggaran tersembunyi atas hak negara kita untuk membela diri dan provokasi". Menurut Ri, Washington mungkin akan menghadapi "sesuatu yang tidak baik" jika terus membuat "pernyataan yang tidak dipikirkan terlebih dahulu".
Ri menuding pemerintahan Biden memanfaatkan setiap kesempatan untuk memprovokasi Pyongyang dengan menyebutnya sebagai "ancaman keamanan".
"Kami sama sekali tidak mengembangkan senjata untuk menarik perhatian seseorang atau memengaruhi kebijakannya. Saya pikir pemerintahan Amerika Serikat yang baru jelas mengambil langkah pertama yang salah," ujar Ri.
Korut mengklaim rudal yang diluncurkan pada Kamis (25/3) adalah "proyektil taktis tipe baru". Ini adalah peluncuran balistik pertama Korut sejak Joe Biden menjabat sebagai presiden Amerika Serikat.
Dalam sebuah pernyataan pada Jumat (26/3), Korut mengatakan kedua senjata itu mencapai target uji sejauh 600 kilometer di lepas pantai Korut. Pernyataan Korut ini membantah komentar Jepang yang mengatakan bahwa rudal Korut melintas sejauh 400 kilometer.
Ri mengatakan Washington bersikeras pada "logika seperti gangster" untuk dapat membawa aset nuklir strategis ke Korea Selatan dan menguji rudal balistik antarbenua sesuai keinginannya. Tetapi melarang Korut untuk menguji bahkan senjata taktis.
“Kami tahu betul apa yang harus kami lakukan. Kami akan terus meningkatkan kekuatan militer kami yang paling menyeluruh dan luar biasa," kata Ri.
Seorang profesor di Universitas Kyungnam di Seoul Kim Dong-yup mengatakan, pernyataan Ri menunjukkan bahwa Korut berpotensi meningkatkan ketegangan militer dalam beberapa bulan mendatang, dengan mengembangkan dan menguji senjata canggih.
Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington mengatakan dalam sebuah laporan pada Jumat (26/3) bahwa citra satelit komersial menunjukkan, Korut terus menghasilkan konsentrat uranium, yang digunakan untuk membuat senjata nuklir, selama delapan bulan terakhir. Diketahui Korut belum menguji bom apa pun sejak 2017.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Jalina Porter, mengutuk uji coba rudal Korut dan menyebutnya sebagai "destabilisasi". Menurutnya, uji coba rudal Korut dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional.
"Program rudal balistik dan nuklir Korea Utara yang melanggar hukum merupakan ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan internasional. Presiden dan tim keamanannya terus menilai situasi Korut, dan salah satu prioritas terbesar kami saat ini adalah memastikan bahwa kami berada di jalur yang sama dengan sekutu dan mitra kami," ujar Porter.