Ahad 28 Mar 2021 19:45 WIB

Serum Institute of India Tunda Peluncuran Vaksin Novavax

Vaksin kerja sama India dan Novavax sebelumnya diprediksi diluncurkan Juni 2021.

[Ilustrasi] Truk kontainer membawa vaksin produksi Serum Institute of India.
Foto: AP/Ajit Solanki
[Ilustrasi] Truk kontainer membawa vaksin produksi Serum Institute of India.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Peluncuran vaksin Covid-19 buatan Serum Institute of India (SII) bersama perusahaan bioteknologi Novavax, yang berbasis di Amerika Serikat, kemungkinan ditunda sampai September. Pada Januari lalu, vaksin, yang dinamai Corovax, diprediksi akan diluncurkan pada Juni 2021.

Menurut CEO SII, Adar Poonawalla, pada Sabtu (27/3), mengatakan uji coba vaksin Corovax telah dimulai di India. Namun, bos perusahaan India tersebut tidak menyebutkan alasan penundaan peluncuran vaksin. 

Baca Juga

"(Vaksin) telah diujicobakan terhadap varian #COVID-19 Afrika dan Inggris dan secara keseluruhan ampuh 89 persen," kata Poonawalla melalui Twitter. 

Serum Institute yang dipimpinnya itu merupakan produsen vaksin terbesar di dunia. "Berharap diluncurkan pada September 2021!" 

Poonawalla awal Maret ini menuturkan bahwa larangan ekspor sementara oleh AS terhadap bahan baku penting dapat membatasi produksi vaksin Covid-19 seperti Novavax. India, produsen vaksin terbesar di dunia, pada Jumat (26/3) mengatakan akan memprioritaskan vaksinasi Covid dalam negeri saat infeksi melonjak di negara itu.

India juga telah menginformasikan kepada para konsumen internasional soal keputusan tersebut. Negara Asia Selatan itu, yang mengekspor 60,5 juta dosis, belum melarang kegiatan ekspor secara langsung.

India telah menyuntikkan 58,1 juta dosis vaksin. Jumlah tertinggi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Brazil, kendati proporsi populasinya jauh lebih kecil dari 1,35 miliar. 

Pada Sabtu, negeri Bollywood tersebut melaporkan 62.258 infeksi baru dalam 24 jam terakhir. Totalnya menjadi 11,91 juta kasus, dengan total 161.240 kematian, termasuk 291 kematian baru.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement