Senin 29 Mar 2021 06:16 WIB

Tiga Ribu Warga Myanmar Kabur ke Thailand

Pesawat-pesawat tempur militer Myanmar pada Sabtu (27/3) meluncurkan serangan udara

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pengunjuk rasa anti-kudeta mengambil posisi di Jembatan Bayint Naung, diblokir dengan barikade yang diimprovisasi untuk mencegah pasukan keamanan Myanmar menyeberang, ketika asap membubung dari ban yang terbakar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021
Foto: AP
Pengunjuk rasa anti-kudeta mengambil posisi di Jembatan Bayint Naung, diblokir dengan barikade yang diimprovisasi untuk mencegah pasukan keamanan Myanmar menyeberang, ketika asap membubung dari ban yang terbakar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021

REPUBLIKA.CO.ID,YANGON -- Sekitar 3000 penduduk desa dari negara bagian Karen, Myanmar melarikan diri ke Thailand pada Ahad (28/3) menyusul serangan udara oleh militer. Organisasi Wanita Karen mengatakan militer Myanmar melancarkan serangan udara di lima wilayah di distrik Mutraw, dekat perbatasan, termasuk kamp pengungsian.

"Saat ini, penduduk desa bersembunyi di hutan, dan lebih dari 3.000 orang menyeberang ke Thailand untuk berlindung," kata pernyataan Organisasi Wanita Karen. 

Thai PBS melaporkan sekitar 3000 orang telah mencapai Thailand. Namun otoritas Thailand tidak menanggapi permintaan komentar. Pesawat-pesawat tempur militer Myanmar pada Sabtu (27/3) meluncurkan serangan udara di sebuah desa dekat perbatasan Thailand di wilayah kekuasaan kelompok etnik bersenjata. Karen National Union (KNU), kelompok bersenjata yang menguasai kawasan tenggara, menyebutkan bahwa pesawat-pesawat tempur itu menghantam Day Pu No di distrik Papun, sebuah area yang dikendalikan oleh pasukan Brigade 5, sekitar pukul 20.00 waktu setempat. 

photo
Negara Bagian Karen - (Wikipedia)

Kondisi itu membuat warga menyelamatkan diri meninggalkan desa mereka. Pendiri Free Burma Rangers, David Eubank mengatakan, dua anggota KNU tewas dalam serangan itu. Eubank menjelaskan, tidak pernah ada serangan udara di negara bagian Karen selama lebih dari 20 tahun. Menurutnya, kemampuan militer Myanmar telah meningkat karena bantuan Rusia dan Cina. 

"Kami tidak pernah mengalami serangan udara di sana selama lebih dari 20 tahun. (Serangan) ini terjadi pada malam hari, jadi kemampuan militer Burma telah meningkat dengan bantuan Rusia dan China serta negara-negara lain, dan itu mematikan," ujar Eubank. 

Baca juga : Sehari, Lebih dari 100 Orang Tewas di Tangan Militer Myanmar

Serangan udara adalah serangan paling signifikan selama bertahun-tahun di wilayah tersebut. KNU telah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 2015 tetapi ketegangan meningkat setelah militer menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.

KNU dan Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan, yang juga berbasis di perbatasan Thailand, telah mengutuk kudeta militer dan mengumumkan dukungan mereka untuk perlawanan publik. KNU telah melindungi ratusan orang yang melarikan diri dari Myanmar tengah, ketika kekerasan meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement