Orang yang pernah positif COVID-19 mungkin hanya memerlukan satu kali suntikan vaksin, karena respon antibodi mereka lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah terinfeksi.
Demikian kesimpulan riset terbaru yang dimuat dalam 'Journal of American Medical Association' pekan ini.
Riset melibatkan sekitar 4.000 responden yang disuntik vaksin Pfizer atau vaksin Moderna, keduanya merupakan vaksin dengan teknologi mRNA baru.
Menurut Prof David Gordon, kepala bagian penyakit menular di Universitas Flinders, perbedaan respon antara kedua kelompok responden langsung terlihat.
"Tujuh hari setelah vaksinasi, orang yang tidak terkena COVID masih belum memiliki antibodi yang dapat dideteksi sama sekali. 14 hari setelah vaksinasi, barulah tingkat antibodi mulai naik," katanya.
'Tak mengejutkan'
Dr Larisa Labzin, peneliti di Institute for Molecular Bioscience pada University of Queensland, mengatakan temuan riset tersebut tidak mengejutkan.
"Jika sudah tertular COVID, sistem kekebalan kita telah menemukan virus dan gudang senjatanya disimpan, jadi siap untuk merespon," katanya.
Itulah sebabnya, kata Dr Larisa, mengapa kita menerima dua kali suntikan vaksin.
"Kita tahu respon kekebalan lebih kuat pada suntikan kedua itu," ujarnya.
Sejauh ini belum bisa diketahui berapa lama vaksin COVID-19 efektif pada tubuh seseorang, atau apakah kita masih suntikan lagi untuk melindungi diri dari varian baru.
Baca juga : Mengapa Orang yang Divaksinasi Flu Lebih Jarang Terinfeksi Covid-19?
Influenza, misalnya, memerlukan suntikan flu setiap tahun karena virusnya pun bermutasi setiap tahun.
Prof David Gordon menjelaskan, meski hasil riset ini menggembirakan, namun tidak membandingkan dengan respon kekebalan pada orang yang diberi suntikan kedua.
"Selalu ada pertanyaan berapa lama kekebalan terhadap virus corona akan bertahan. Prinsipnya, itu tergantung pada adanya memori respon kekebalan," jelasnya.
"Riset ini menunjukkan adanya memori respon kekebalan (pada orang yang telah divaksin)," tambahnya.
Tak ada bukti dua kali suntikan berbahaya
Mengingat terjadinya kekurangan vaksin saat ini, riset ini menyarankan dosis tunggal khusus bagi mereka yang pernah terjangkit COVID-19.
Namun di tim pakar imunisasi Australia menyatakan, orang yang pernah positif tidak memiliki risiko tambahan bila divaksinasi.
"Kita ingin mengikuti apa yang telah diuji. Uji klinis fase ketiga menggunakan dua dosis. Itulah yang terbukti berhasil," kata Dr Larisa.
Riset lainnya yang juga dimuat dalam jurnal tersebut menyimpulkan bahwa orang pernah terinfeksi COVID-19, telah terlindungi dengan baik agar tak terinfeksi kembali.
"Begitu kita mengalami infeksi dan sistem kekebalan kita telah melawannya, sistem itu tak akan lupa bagaimana melawan infeksi," jelas Dr Larisa.
Tubuh melawan virus seperti SARS-CoV-2 dengan cara mengikat antibodi pada virus, menghentikannya masuk ke dalam sel dan menginfeksi tubuh.
Prof David menjelaskan setelah tubuh pertama kali terpapar virus, dibutuhkan satu atau dua minggu untuk mengembangkan respon yang baik.
Baca juga : Sri Mulyani Ingatkan Program Vaksinasi Dibiayai Negara
"Kita tahu bahwa jika Anda terinfeksi COVID hari ini, Anda tak mendapatkan antibodi hari ini juga. Perlu berminggu-minggu untuk mengembangkan respon kekebalan yang baik," jelasnya.
"Sistem kekebalan memiliki kapasitas memori. Jadi bila kita terpapar virus yang sama enam bulan kemudian atau bertahun-tahun kemudian, respon kekebalan akan muncul sangat cepat," ujar Prof David Gordon.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News
Ikuti berita seputar pandemi Australia dan lainnya di ABC Indonesia