REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru bicara pemerintah Xinjiang, Xu Guixiang, menyatakan, perusahaan asing tidak boleh membuat langkah gegabah atau masuk ke politik, Senin (29/3). Pernyataan ini muncul setelah beberapa perusahaan asing menyuarakan kekhawatiran tentang kerja paksa di wilayah Cina tersebut.
"Saya tidak berpikir perusahaan harus mempolitisasi perilaku ekonominya," kata Xu.
H&M, Burberry, Nike, dan Adidas dan merek Barat lainnya telah terkena boikot konsumen di China sejak pekan lalu atas komentar tentang sumber kapas di Xinjiang. Keretakan yang tumbuh terjadi ketika Amerika Serikat (AS) dan pemerintah Barat lainnya meningkatkan tekanan terhadap China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah barat.
"Untuk terburu-buru mengambil keputusan ini dan terlibat dalam sanksi tidak masuk akal. Ini seperti mengangkat batu untuk menjatuhkannya di atas kaki sendiri," ujar Xu.
Pengguna media sosial China minggu lalu mulai mengedarkan pernyataan pada 2020 lalu oleh H&M yang mengumumkan tidak akan lagi mengambil kapas dari Xinjiang. Perusahan ini mengatakan, keputusan itu karena kesulitan melakukan uji tuntas yang kredibel di wilayah tersebut dan setelah media serta kelompok hak asasi manusia melaporkan penggunaan kerja paksa di Xinjiang.
Beijing pun berulang kali membantah tuduhan Barat dan perusahaan-perusahaan itu. Xu pun menolak tuduhan genosida dan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut dan menuduh kekuatan Barat terlibat dalam manipulasi politik untuk mengguncang China dengan sanksi tersebut.
"Mereka telah kehilangan akal sehat dan hati nurani mereka, mereka sangat antusias dengan manipulasi politik dan penyalahgunaan sanksi, hingga tingkat yang histeris,” kata Xu.
Juru bicara pemerintah Xinjiang lainnya, Elijan Anayat, mengatakan orang China tidak menginginkan produk perusahaan seperti H&M dan Nike yang memboikot kapas Xinjiang. Dia mengatakan dia menyambut perusahaan untuk melakukan perjalanan ke ladang kapas di kawasan itu untuk melihat sendiri kondisi yang sebenarnya.
AS pada Januari mengumumkan larangan impor pada semua kapas dan produk tomat dari daerah itu karena tuduhan kerja paksa dari Muslim Uighur yang ditahan. Pemerintah Barat dan kelompok hak asasi sebelumnya menuduh pihak berwenang di wilayah paling barat menahan dan menyiksa orang Uighur di kamp-kamp.