REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Dewan Keamanan PBB mengecam adanya penggunaan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa damai di Myanmar yang menyebabkan kematian hingga ratusan warga sipil. Meski demikian, pihaknya tidak memberikan ancaman untuk melakukan tindakan terhadap militer negara Asia Tenggara itu yang melakukan kudeta sejak 1 Februari lalu.
Kecaman disetujui oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Pernyataan bersama yang dibuat menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi yang memburuk di Myanmar dan menegaskan seruan terhadap militer untuk menahan diri sepenuhnya.
Dilansir Global News sebelumnya, pernyataan yang dirancang oleh Inggris meminta agar Dewan Keamanan PBB bersiap mempertimbangkan langkah lebih lanjut, yang dapat mencakup sanksi terhadap militer Myanmar. Namun, atas desakan Cina, rujukan untuk langkah lebih lanjut dihilangkan.
Referensi untuk langkah lebih lanjut diganti dalam pernyataan akhir dengan kalimat yang mengatakan anggota dewan keamanan PBB menekankan bahwa mereka terus memantau situasi dengan cermat dan akan tetap aktif menangani masalah di Myanmar. Pernyataan akhir juga menyerukan semua pihak di negara itu diminta menahan diri dari kekerasan, menegaskan kembali perlunya menhormati hak asasi manusia dan mengupayakan dialog, serta rekonsiliasi sesuai dengan kemauan dan kepentingan rakyat Burma.
Dewan Keamanan PBB juga mencatat pernyataan dari Sekretaris Jenderal Antonio Guterres yang menyerukan tanggapan tegas dan bersatu dari komunitas internasional atas masalah Myanmar. Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, memperingatkan bahwa negara itu menghadapi kemungkinan perang saudara pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Schraner Burgener, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan tindakan yang berpotensi signifikan untuk membalikkan kudeta dan memulihkan demokrasi Myanmar. Ia tidak merinci tindakan apa yang dianggap penting, tetapi memberi gambaran mengerikan dari tindakan keras militer dan mengatakan kepada dewan dalam sebuah briefing tertutup bahwa Myanmar berada di ambang menuju negara yang gagal.
Schraner Burgener mendesak Dewan Keamanan PBB ntuk mempertimbangkan semua opsi yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang layak diterima rakyat Myanmar guna mencegah bencana multidimensi di wilayah jantung Asia tersebut. Ia mengecam pembunuhan dan penangkapan pengunjuk rasa tak bersenjata yang berusaha memulihkan demokrasi.
Mengutip Asosiasi Bantuan Myanmar untuk Tahanan Politik bahwa hingga Rabu (31/3), sekitar 2.729 orang telah ditangkap, didakwa atau dijatuhi hukuman dan diperkirakan 536 telah terbunuh sejak kudeta militer.