Ahad 04 Apr 2021 06:03 WIB

China Diminta Pertegas Tindakan Perdagangan Satwa Liar

Peternakan satwa liar memiliki peran besar dalam penularan covid-19.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Trenggiling
Trenggiling

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Pakar mengatakan China dan negara-negara tetangganya perlu menindak tegas perdagangan satwa liar. Selain itu, negara tersebut juga dinilai perlu menutup celah hukum yang memungkinkan pembudidayaan spesies rawan penyakit. Hal ini disampaikan setelah tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kemungkinan besar Covid-19 berasal dari hewan.

Penelitian yang dipimpin WHO itu mengatakan SARS-CoV-2 yang mewabah di seluruh dunia ditularkan dari kelelawar lalu ke hewan perantara lalu ke manusia. Peternakan satwa liar memiliki peran besar dalam penularan tersebut. Pakar penyakit dari hewan, Tong Yigang mengatakan temuan ini menjadi faktor keputusan China melarang perdagangan satwa liar untuk dikonsumsi manusia.

Baca Juga

Namun dalam laporan itu WHO juga menyoroti China masih mengizinkan peternakan sawat liar untuk industri obat-obatan trandisional dan bulu. Dengan begitu, risiko penularan penyakit dari hewan tetap tinggi.

"Dengan peternakan hewan yang genetikanya kurang lebih homogen, virus dapat berkembang dengan cepat," kata kepala dokter hewan Wildlife Preservation Society, Christian Walzer, Jumat (2/4).

China menguji ribuan sample hewan untuk melacak asal usul virus corona. Tapi penelitian mengatakan masih butuh banyak penyelidikan untuk mencapai kesimpulan yang pasti. Laporan WHO merekomendasikan survei terhadap peternakan cerpelai dan rakun yang masih dilegalkan China walaupun rawan penyakit.

"Menjejalkan jutaan binatang bersama di industri keji ini menciptakan cawan petri untuk pandemi," kata pakar di Humane Society International, Peter Li.

Para pakar menilai kesenjangan regulasi, lemahnya penegakan hukum dan geng-geng penyelundup transnasional membuat perdagangan satwa liar terus berlangsung. Trenggiling, mamalia yang terancam punah berpotensi diidentifikasi sebagai spesies perantara SARS-CoV-2.

Sampai tahun lalu obat tradisional China menggunakan sisik trenggiling untuk mengobati nyeri sendi dan masalah kesehatan lainnya. China sudah melarang jual-beli sisik trenggiling tapi para aktivis mengatakan hukumannya masih tidak adil. Para penyelundup yang ditangkap di Pulau Hainan hanya mendapat denda yang kecil.

Penyelundupan satwa liar dari negara tetangga masih tetap beroperasi. Zona ekonomi khusus di distrik perbatasan Mong La, Myanmar yang dimiliki bisnis China telah lama menjadi sumber sisik trenggiling untuk dikirim ke China.

"Tidak ada kontrol pemerintahan yang nyata di Mong La, tidak ada penegakan apa pun," kata direktur eksekutif lembaga pemantau penyelundupan satwa liar ilegal, Monitor Conservation Research Society, Chris Shepherd.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement