Ahad 04 Apr 2021 13:37 WIB

Regulator Obat Inggris Tetap Rekomendasikan AstraZaneca

MHRA menyatakan, tidak jelas apakah kasus pembekuan darah disebabkan oleh vaksin.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Andri Saubani
Alat suntik vaksin AstraZeneca COVID-19, di kelenteng Guru Nanak Gurdwara Sikh, pada hari pertama diluncurkannya Klinik Vaisakhi Vaisakhi, di Luton, Inggris.
Foto: AP/Alberto Pezzali,
Alat suntik vaksin AstraZeneca COVID-19, di kelenteng Guru Nanak Gurdwara Sikh, pada hari pertama diluncurkannya Klinik Vaisakhi Vaisakhi, di Luton, Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Regulator obat-obatan Inggris mendesak orang-orang untuk terus menggunakan vaksin AstraZeneca. Desakan ini terjadi setelah tujuh orang di negara itu meninggal, akibat pembekuan darah yang langka usai mendapatkan suntikan.

The Medicines and Healthcare Regulatory Agency (MHRA), mengatakan tidak jelas apakah suntikan menyebabkan pembekuan tersebut. "Tinjauan ketat terhadap laporan Inggris tentang jenis pembekuan darah yang langka dan spesifik sedang berlangsung," ujar lembaga itu.

Baca Juga

Badan tersebut mengatakan pada Jumat (2/4) bahwa tujuh orang telah meninggal akibat pembekuan darah. Namun, lembaga tidak mengungkapkan informasi apa pun tentang usia atau kondisi kesehatan mereka.

Secara total, MHRA mengatakan, telah mengidentifikasi 30 kasus kejadian pembekuan darah langka dari 18,1 juta dosis AstraZeneca yang diberikan hingga 24 Maret. Risiko yang terkait dengan jenis pembekuan darah ini, menurut lembaga itu, sangat kecil.

"Manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca dalam mencegah infeksi Covid-19 dan komplikasinya terus lebih besar daripada risikonya dan masyarakat harus terus mendapatkan vaksinnya jika diundang," kata kepala eksekutif MHRA, Dr. June Raine.

Kekhawatiran atas vaksin AstraZeneca telah mendorong beberapa negara termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Belanda untuk membatasi penggunaannya untuk orang tua. Inggris yang telah meluncurkan vaksin virus corona lebih cepat daripada negara Eropa lainnya sangat bergantung pada vaksin AstraZeneca, yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Universitas Oxford. Negara itu juga telah menggunakan vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech.

Inggris telah memberikan dosis pertama vaksin kepada 31,4 juta orang atau sekitar 46 persen dari populasinya pada Sabtu (3/4). Pemberian dosis kedua adalah prioritas pada April dengan 5,2 juta orang sekarang telah menerima dua suntikan.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement