Ketika Hua* berjumpa dengan suaminya di universitas, dia tidak pernah menyangka bagaimana akan menjalani hidup mereka sebagai pasangan 10 tahun mendatang.
"Ketika mulai menikah, saya tidak melihat hal ini sebagai kekerasan dalam rumah tangga sama sekali," kata Hua.
PERINGATAN: Artikel ini berisi gambaran tindakan kekerasan yang bisa mempengaruhi pembaca
Baru setelah kelahiran anak pertamanya, Hua menyadari ada yang salah dengan tindakan suaminya dalam hubungan mereka.
Hua didiagnosa mengalami depresi pasca kelahiran ketika seorang bidan memeriksa dia dan bayinya di tempat tinggalnya di Ryde, sebuah daerah di Sydney.
"Saya mengatakan kepada mereka, ketika bayi kami mulai menangis, suami saya akan marah, dan mengatakan saya tidak mengasuh bayi dengan benar," katanya.
"Bila suami tidak cukup tidur atau dia tidak sedang dalam mood yang baik, dia mulai mengancam saya."
Seorang bidan memberitahu Hua apa yang dialaminya adalah bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT.
Ia kemudian memberinya kartu bertuliskan nomor telepon dan memintanya untuk mencari pertolongan.
Hua mengatakan siklus kekerasan ini terus berlangsung selama enam tahun.
Dia mengatakan kepada ABC jika suaminya akan mengancam, memberi tekanan dan kemudian meminta maaf.
Namun, suatu hari, kekerasan yang dialaminya bertambah.
Dia mengatakan diperkosa suaminya dan hamil lagi karenanya.
"Bukanlah keputusan saya untuk memiliki anak kedua," kata Hua.
"Saat memiliki anak pertama, saya sangat letih dan merasa saya tidak bisa mengatasi masalah."
Setelah melahirkan anak kedua, Hua mengatakan kehidupan mereka bertambah buruk.
"Anak-anak saya menyaksikan begitu banyak hal yang seharusnya tidak mereka lihat di usia mereka," kata Hua.
Kini, pasangan tersebut sedang dalam proses perceraian dan sudah tinggal masing-masing sejak suaminya dikirim surat larangan berjumpa dengan istri dan anaknya.
Pekan ini, Menteri Urusan Keselamatan Perempuan Australia, Anne Roston akan bertemu pejabat dari berbagai negara bagian untuk membicarakan langkah mengurangi tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
Dalam pertemuan tersebut, Senator Roston akan mendiskusikan rencana yang akan mulai diterapkan tahun depan.
Sama seperti Hua, Rao* tidak menyadari jika kata kasar yang diucapkan suami dan sikapnya yang suka mengatur adalah bentuk KDRT.
"Dia tidak pernah puas dan selalu meremehkan saya," katanya.
"Dia akan menggunakan banyak kata makian untuk menekankan apa tidak bisa saya lakukan."
Ketika Rao hamil, dia mendatangani klinik kesehatan di Ryde.
"Perawat bertanya 'apakah kamu punya masalah di rumah?' saya bilang tidak."
Setelah melahirkan, Rao mengatakan kepada ABC jika perilaku kekerasan suaminya bertambah.
"Dia mengatakan saya tidak boleh mandi setiap hari, kalaupun bisa mandi, tidak boleh lebih dari lima menit," katanya.
Rao mengatakan suaminya tidak mengizinkan dia menggunakan mesin cuci baju dan harus menggunakan kaki menginjak-injak pakaian ketika mandi.
"Pada mulanya saya tidak tahu bahwa ini adalah kekerasan dalam rumah tangga [KDRT]. Saya kira ini normal dan adalah sesuatu yang harus saya terima," katanya.
"Saya tidak tahu sama sekali soal KDRT ketika itu. Saya kira kalau seseorang dipukul itu baru masuk dalam kategori KDRT."
Menurut Institut Studi Keluarga milik pemerintah Australia, perempuan memiliki risiko tindak kekerasan dari pasangannya di masa kehamilan.
Namun laporan tersebut juga menambahkan "kehamilan dan masa balita adalah waktu yang tepat untuk intervensi awal bagi perempuan karena mereka mengadakan kontak dengan petugas kesehatan."
KDRT berbeda di Asia dan Australia
Delia Lin, lektor kepala Studi China di University of Melbourne mengatakan meski komunitas warga China atau Asia lainnya di Australia sangat bervariasi, ada beberapa faktor hukum dan budaya yang menyebabkan mereka tidak melihat bahwa tindakan pasangan mereka adalah KDRT.
"Definisi kekerasan dalam rumah tangga di China dan Australia sangat berbeda," katanya.
Dikatakannya China baru meloloskan UU mengenai KDRT di tahun 2015, sementara Australia sudah ada sejak tahun 1975.
"Menurut hukum di China, KDRT adalah tindakan fisik dan siksaan mental dalam keluarga dalam bentuk pemukulan, diikat, pembatasan kebebasan pribadi, dan intimidasi dan cacian yang berulang-ulang."
Professor Lin menambahkan definisi KDRT di China lebih sempit dibandingkan di Australia dan pemerkosaan dalam perkawinan tidak dikenal dalam hukum di China.
"Budaya China mendukung konsep harmoni di dalam rumah membawa kesejahteraan, perempuan harus bersikap toleran dan tidak mempermalukan keluarga," katanya lagi.
Tekanan dari orang tua dan mempertahankan harmoni menjadi salah satu bagi keluarga Hua.
Tekanan dari orangtua dan usaha untuk mempertahankan keharmonisan adalah kekhawatiran yang dialami keluarga Hua.
Dia mengatakan sering tidak dipercaya oleh keluarganya.
Ketika dia mengadu ke orang tuanya, mereka cenderung meremehkan apa yang dikatakannya.
"Ketika saya dipukul, tidak saja orangtua saya tidak menyarankan saya untuk pindah, mereka malah mengatakan bahwa saya pasti melakukan kesalahan sehingga dipukul. Saya malah dianggap sebagai melakukan kesalahan."
Kurangnya organisasi yang bisa membantu
Banyak warga dari berbagai latar belakang budaya di Australia tumbuh dalam lingkungan dengan "tindakan koersif, kasar, dan mengendalikan ... tidak diajarkan dengan baik atau ditangani secara efektif oleh pemerintah atau [kelompok] masyarakat di mana mereka berada".
Hal ini disampaikan oleh Dewan Komunitas Etnis New South Wales (NSW) di Sydney.
Namun bagi perempuan di Kota Ryde, seperti Hua dan Rao, dukungan untuk menghadapi kekerasan dalam rumah tangga diperlukan segera.
Cate Sinclair, direktur eksekutif LSM bernama The Northern Centre, mengatakan tidak banyak organisasi yang tersedia membantu perempuan seperti Hua dan Rao di Ryde di Sydney.
"Tidak ada layanan KDRT yang khusus di Ryde kecuali tempat perlindungan yang dikelola oleh Catholic Care di Mansfield.
Dia mengatakan perempuan dari beragam budaya di Australia memerlukan layanan yang dipimpin oleh mereka yang secara budaya mengerti dari mana para korban berasal.
Dewan kota Ryde di Sydney adalah salah satu komunitas yang paling beragam di Sydney.
Menurut sensus tahun 2016, 51 persen warga yang tinggal di Ryde berasal dari kelahiran di luar Australia.
Simon Zhou, seorang pejabat di Dewan Kota Ryde keturunan China, mendukung adanya lebih banyak sokongan lokal.
"Tantangan utama bagi kebanyakan warga China-Australia saat butuh bantuan dari pemerintah dan badan lain adalah bahasa, serta tidak tahu proses yang harus dijalani," katanya.
*Nama sudah diubah untuk melindungi identitas.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari berita di ABC News