Rabu 07 Apr 2021 15:09 WIB

Aktivis Rohingya Diteror dengan Ujaran Kebencian di Malaysia

Detail serta foto keluarga aktivis ini menjadi viral di Malaysia.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Aktivis pengungsi Rohingya, Zafar Ahmad Abdul Ghani
Foto: Twitter
Aktivis pengungsi Rohingya, Zafar Ahmad Abdul Ghani

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Zafar Ahmad Abdul Ghani telah menganggap Malaysia sebagai rumah selama hampir tiga dekade. Dia adalah pengungsi dan aktivis Muslim Rohingya yang melarikan diri Myanmar. Sekarang, negara tersebut lebih seperti penjara untuknya.

Zafar (51 tahun), tidak meninggalkan rumahnya di pinggiran Kuala Lumpur selama hampir setahun. Ini dilakukannya setelah muncul informasi yang salah menyebar secara online bahwa ia menuntut kewarganegaraan Malaysia. Hal ini memicu gelombang ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan terhadap dirinya dan keluarganya.

Baca Juga

"Saya masih takut, selama setahun, saya tidak menginjakkan kaki di luar. Saya belum pernah melihat bumi di luar," kata ayah tiga anak itu.

Zafar telah melaporkan tuduhan palsu dan serangan online ke polisi, tetapi sepengetahuannya, tidak ada dakwaan yang diajukan. Dia membantah mengajukan tuntutan kewarganegaraan atau hak yang sama sebagai warga negara untuk Rohingya di Malaysia.

Lebih dari 100.000 Rohingya tinggal di Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim. Malaysia dipandang bersahabat dengan minoritas yang teraniaya tersebut, meskipun mereka tidak secara resmi diakui sebagai pengungsi.

Sentimen penyambutan memburuk setahun yang lalu ketika orang-orang mulai mengatakan Rohingya menyebarkan virus corona yang kemudian melonjak.

Ujaran kebencian yang menyerukan kekerasan terhadap Rohingya dan migran tidak berdokumen tersebar luas secara online. Sebagian besar menargetkan Zafar, yang memimpin organisasi hak pengungsi Rohingya yang terkemuka.

Zafar masih menerima panggilan dan pesan kasar di ponsel dan akun media sosialnya setiap hari. Detail serta foto keluarganya telah diedarkan secara online.

Istrinya yang berkewarganegaraan Malaysia, Maslina Abu Hassan, mengatakan serangan tersebut telah memakan banyak korban.

Menurut Maslina, anak-anak mereka tidak lagi bersekolah karena masalah keamanan. Tahun lalu, Zafar didiagnosis depresi dan mulai minum obat untuk mengatasinya.

Zafar, yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), mengajukan untuk dipindahkan ke negara lain, tetapi permintaannya ditolak setelah badan tersebut mengatakan dia tidak memenuhi kriteria untuk pemukiman kembali.

Seorang juru bicara UNHCR di Kuala Lumpur mengatakan bahwa badan tersebut tidak dapat mengomentari kasus individu. Zafar berharap badan itu akan mempertimbangkan kembali kasusnya karena dia tidak lagi merasa aman di Malaysia.

"Saya tidak bisa merilekskan tubuh saya, otak saya, hati saya. Saya menangis bertanya mengapa orang melakukan ini pada saya." ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement