REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyambut keputusan Amerika Serikat (AS) memulihkan bantuan ekonomi untuk negaranya. Menurut Shtayyeh, tindakan tersebut merupakan satu langkah untuk mencairkan hubungan Palestina dengan AS.
"Kami berharap tidak hanya kembalinya bantuan keuangan Amerika, meskipun ini penting. Tapi juga kembalinya hubungan politik dengan AS dengan cara yang mewujudkan hak-hak sah rakyat kami," kata Shtayyeh dalam sebuah pernyataan pada Rabu (7/4), dikutip laman Times of Israel.
Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini juga mengapresiasi keputusan AS. Sebab Washington bakal melanjutkan pendanaan untuk lembaga yang dipimpinnya.
"UNRWA sangat senang bahwa sekali lagi kami akan bermitra dengan AS untuk memberikan bantuan kritis kepada beberapa pengungsi paling rentan di Timur Tengah dan memenuhi mandat kami untuk mendidik serta memberikan perawatan kesehatan primer bagi jutaan pengungsi setiap hari," kata Lazzarini, dilaporkan laman kantor berita Palestina WAFA.
Dia menyebut kontribusi AS datang pada saat kritis. Sebab sejak mantan presiden AS Donald Trump memutuskan menghentikan kontribusi rutin untuk UNRWA, lembaga tersebut seketika mengalami krisis finansial. Washington diketahui merupakan donor terbesar UNRWA.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan negaranya bakal memulai kembali bantuan ekonomi, pembangunan, dan kemanusiaan untuk rakyat Palestina. Bantuan ekonomi dan pembangunan sebesar 75 juta dolar AS bakal disalurkan ke Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Dana sebesar 10 juta dolar AS untuk program pembangunan akan turut disalurkan melalui Badan Pembangunan Intenasional AS (USAID). Sementara 150 juta dolar AS bakal disumbangkan kepada UNRWA.
Blinken mengungkapkan AS juga akan melanjutkan program bantuan keamanan penting. "Semua bantuan akan diberikan sesuai dengan hukum AS. Bantuan ekonomi termasuk dukungan untuk pemulihan usaha kecil dan menengah dari efek Covid-19; dukungan untuk rumah tangga yang membutuhkan untuk mengakses kebutuhan dasar manusia, seperti sebagai makanan dan air bersih; dan bantuan untuk masyarakat sipil Palestina," kata Blinken.
Pada era pemerintahan Trump, AS menyetop kontribusi atau bantuan untuk UNRWA. Selain itu, Trump pun menghentikan bantuan USAID untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza. Langkah-langkah itu dipandang secara luas sebagai cara untuk menekan kepemimpinan Palestina agar bersedia terlibat dalam pembicaraan damai dengan Israel.
Setelah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017, Palestina memutuskan mundur dari perundingan damai yang dimediasi Washington. AS dianggap sudah tidak lagi menjadi mediator yang netral karena memihak pada kepentingan politik Israel.