Jumat 09 Apr 2021 05:41 WIB

Protes Pecah Usai Kedubes Myanmar Diduduki Militer

Para pengunjuk rasa berkumpul di depan kedutaan Myanmar di London

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Dominic Lipinski/empics/picture alliance
Dominic Lipinski/empics/picture alliance

Demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar pecah di London pada Rabu (7/4) setelah duta besar Myanmar untuk Inggris tidak diperbolehkan memasuki di gedung kedutaan di kota itu. Duta Besar Myanmar untuk Inggris, Kyaw Zwar Minn, mengatakan kedutaan telah disita oleh atase militer.

"Ketika saya meninggalkan kedutaan, mereka menyerbu ke dalam kedutaan dan mengambil alih. Mereka dari militer Myanmar," kata Zwar Minn kepada surat kabar Inggris Daily Telegraph. "Mereka menyebutkan menerima instruksi dari ibu kota, jadi mereka tidak akan mengizinkan saya masuk."

"Mereka tidak boleh melakukan ini. Pemerintah Inggris tidak akan mengizinkannya, lihat saja," lanjut Zwar Minn.

Para pengunjuk rasa berkumpul di depan kedutaan untuk mengecam penyitaan gedung tersebut oleh militer Myanmar. Polisi London mengatakan sejauh ini tidak ada penangkapan demonstran.

Kantor kementrian Luar Negeri Inggris mengatakan pihaknya sudah mengetahui situasi tersebut dan mencari informasi lebih lanjut tentang insiden itu.

Mengapa duta besar tidak boleh memasuki kedutaan?

Zwar Minn sebelumnya telah menyatakan menentang kudeta militer di Myanmar dan menyerukan pembebasan pemimpin sipil yang digulingkan Aung San Suu Kyi.

Militer Myanmar yang dikenal sebagai Tatmadaw, menangkap Suu Kyi dan anggota lain dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi sejak 1 Februari lewat sebuah kudeta. Jenderal militer Min Aung Hlaing menjadi pemimpin de facto negara itu.

Zwar Minn telah mewakili Myanmar di London sejak 2013. Bulan lalu, Min bertemu dengan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab untuk membahas krisis yang sedang berlangsung di Myanmar. Raab memuji Minn dengan menekankan tentang "keberanian dan patriotismenya dalam membela apa yang benar."

Bagaimana junta militer yang berkuasa di Myanmar memperlakukan oposisi?

Militer Myanmar memberlakukan tindakan keras yang meluas terhadap gerakan pro-demokrasi yang menentang kudeta militer. Min Aung Hlaing, pada Rabu (7/4), mengatakan para pengunjuk rasa pro-demokrasi bermaksud "untuk menghancurkan" negara itu.

Asosiasi Pembantu Tahanan Politik (AAPP) yang berbasis di Thailand mengklaim sekitar 600 warga sipil telah terbunuh sejak kudeta. AAPP mengatakan pada Rabu (7/4) bahwa militer sekarang berfokus melawan gerakan protes di daerah pedesaan untuk tetap mempertahankan kekuasaan di Myanmar.

Sejauh ini, sebagian besar negara Barat seperti AS, Inggris dan Jerman mengutuk kudeta dan menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin militer. Cina, sekutu tradisional angkatan bersenjata Myanmar, telah menyerukan pembebasan Suu Kyi, sementara Rusia berusaha memperkuat hubungannya dengan junta militer yang berkuasa.

pkp/as (AFP, Reuters)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement