Purwati masih sabar menunggu. Ia belum tahu kapan ibunya yang berusia 65 tahun, Somedi, mendapat giliran untuk menerima vaksin COVID-19.
Wati, panggilan akrabnya, sudah sering mendengar dan melihat pemberitaan soal vaksinasi untuk kelompok lanjut usia (lansia).
Tapi, kapan pastinya program vaksinasi akan diberlakukan di kampungnya di Desa Plodongan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masih belum jelas.
"Saya sudah menanyakan ke salah satu petugas kesehatan yang bekerja di Puskesmas Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo," ujarnya.
"Katanya untuk Desa Plodongan memang belum tahu kapan [program vaksinasi mulai dijalankan]," tutur Wati kepada ABC Indonesia.
Padahal, Wati mengaku was-was dengan kondisi ibunya.
Somedi jarang ke luar rumah, tapi ia punya usaha warung kecil di rumahnya, sehingga kadang ada orang dari lain daerah yang mampir dan membeli dagangannya.
"Saya khawatir sih, tapi ya mau gimana lagi? Enggak bisa ngapa-ngapain. Ya paling pakai masker terus."
"Kalau pun kita kepengen [divaksinasi], ya ndak bisa ya piye? Judulnya ya pasrah," tutur Wati kepada Hellena Souisa dan ABC Indonesia.
Pemerintah akui vaksinasi lansia sangat lambat
Somedi tidak sendiri.
Menurut data Kementerian Kesehatan, sampai tanggal 4 April 2021 lalu, baru 20 kabupaten atau kota yang berhasil melaksanakan vaksinasi di atas 25 persen.
Sebanyak 494 kabupaten atau kota masih di bawah 25 persen, bahkan ada 19 kabupaten atau kota yang belum memulai vaksinasi pada kelompok lanjut usia sama sekali.
Dari target sasaran 21,6 juta lansia, baru sekitar 1,8 juta lansia (8,63 persen) yang sudah mendapatkan suntikan pertama vaksin Covid-19.
Jumlah pencapaian vaksinasi untuk lansia sangat kecil jika dibandingkan dengan kelompok prioritas lain, yakni tenaga kesehatan (98,48 persen) dan petugas publik (34,34 persen).
Proses vaksinasi lansia yang lambat ini telah diakui oleh pemerintah.
"Memang proses vaksinasi Covid-19 pada lansia di tahap II masih lambat. Dari target 21,6 juta kelompok sasaran lansia, saat ini baru sekitar 1.560.000 lansia yang telah divaksin," ujar Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, saat konferensi virtual KPCPEN, akhir Maret lalu.
Padahal, lansia adalah target kelompok yang menjadi prioritas penerima vaksin setelah tenaga kesehatan dan pelayan publik.
Mengapa yang bukan prioritas divaksinasi lebih dulu?
Sementara itu di Yogyakarta, hanya 115 kilometer dari desa tempat Somedi dan Purwati tinggal, sineas Hanung Bramantyo tidak perlu menunggu lama untuk mendapat vaksinasi.
Melalui akun media sosialnya, Hanung membagikan foto-foto di mana ia bersama komunitas perfilman Yogyakarta dan keluarganya ikut ambil bagian dari fasilitas 1.000 vaksin dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Terima kasih kepada bapak Sultan Hamengku Buwono X atas suport yang tiada habis-habisnya kepada Filmmaker Yogyakarta. Dari mulai Pendanaan Film Pendek Danais, hingga fasilitasi vaksin," tulis Hanung pada Rabu (07/04) kemarin.
Sejumlah seniman, awak media dan para pekerja hiburan termasuk yang sudah dan akan menerima vaksin lebih dulu dari lansia.
Seperti yang dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani, yang meminta pekerja sektor hiburan untuk mendapat vaksin.
Alasannya karena tempat mereka bekerja seperti diskotek, karaoke, dan panti pijat sudah tutup sejak pandemi COVID-19.
Ia menambahkan, ada sekitar 3.500 orang yang bekerja di sektor hiburan yang datanya sudah ia serahkan kepada Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengatakan sebanyak 1.342 karyawan hotel di Jakarta akan menerima suntikan dosis pertama selama periode 2-6 April 2021.
Kepala Seksi Tenaga Kerja Usaha Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Aras Pamungkas menambahkan, ada sekitar 45 ribu orang pekerja pariwisata yang sudah terdata sebagai calon penerima vaksin.
Mereka antara lain adalah karyawan hotel, restoran, katering, biro perjalanan, bioskop, event organiser, wedding organiser, dan tempat rekreasi.
Menurut Aras, seperti yang dikutip oleh Tempo, prioritas diberikan kepada pegawai hotel yang menjadi tempat karantina atau tempat istirahat tenaga kesehatan, yang membuat mereka rentan terpapar COVID-19.
Tapi menanggapi kemunculan permintaan semacam ini, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono meminta pemerintah tegas.
"Tunda dulu, fokus pada penduduk Lansia. Stok vaksin terbatas. Kalau fokus vaksinasi tidak bisa, maka pandemi akan betah di Indonesia," katanya.
'Kesakitan dan kematian akan terus terjadi'
Kepada ABC Indonesia, epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, dr Dicky Budiman, mengatakan "program vaksinasi di Indonesia tidak konsisten dalam hal menetapkan kelompok target yang harus menjadi prioritas."
Ia juga mengingatkan vaksin yang tersedia masih terbatas.
Dengan demikian harus dipastikan vaksin yang ada bisa memenuhi kebutuhan target kelompok prioritas sesuai dengan tahapan saat ini, yakni lansia dan mereka dengan komorbid, dan tidak terpakai oleh target-target lain di luar target yang diharuskan dari sisi public health.
Dalam konteks target kelompok lansia, data Kemenkes juga mengindikasikan 50 persen dari seluruh kematian akibat COVID-19 terjadi pada lansia.
"Bila semua lansia divaksinasi secepatnya, kita bisa cegah kematian. Negara yg cakupan vaksinasi lansia sudah tinggi, diikuti penurunan kematian," kata Dr Pandu Riono, senada dengan dr Dicky Budiman.
Perbaikan sistem bisa genjot cakupan vaksinasi lansia
Lambannya vaksinasi terhadap lansia, selain karena masalah pasokan yang belum tiba seperti yang dialami Somedi di Wonosobo, juga karena masalah teknis pendaftaran.
Amanda Tan dari LaporCovid-19 mengatakan, sejumlah aduan yang diterimanya kebanyakan soal pendataan yang tidak sinkron antara Kemenkes dan Dinkes.
"Anak dari seorang Ibu yang lansia ini melapor bahwa ia sudah cek di aplikasi PeduliLindungi [buatan Kemenkes] datanya dan sudah valid, tapi saat tiba di puskesmas, diminta registrasi ulang karena dianggap enggak valid," jelas Amanda.
"Kebanyakan itu masalahnya."
Amanda menambahkan, dalam beberapa kasus, petugas Dinkes bahkan tidak tahu apa itu aplikasi "PeduliLindungi".
Elina Ciptadi dari Kawal COVID-19 juga mengkritisi mekanisme pendaftaran.
"Bisa juga data base Pemilu kemarin dipakai, jadi enggak usah membangun dari nol lagi. Tinggal cek pakai nomor KTP apakah terdaftar, lalu dapat semacam formulir A5."
Elina juga berharap, pemerintah konsisten dalam menuntaskan kelompok prioritas sebagai penerima vaksin.
"Kita melihat siapa yang punya potensi paling tinggi untuk bikin rumah sakit kolaps. Itu kan golongan lansia dan golongan yang bukan lansia tapi punya komorbid, jadi ini yang harus jadi prioritas, dan harus dipatuhi," tutur Elina.
Kamis (08/04) kemarin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kembali menegaskan kembali kelompok lansia sebagai prioritas penerima vaksin menjelang Idul Fitri.
“Kami mempersiapkan khusus untuk lebaran, karena lebaran semua orang ingin bertemu dengan orang tua, padahal itu yang membuat fatal orangtua mereka,” kata Menkes dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR.
"Saat ini memang belum semua kabupaten/kota prioritaskan lansia, karena jumlah vaksinasi umumnya kalah dengan petugas publik karena mereka [lansia] enggak vokal seperti yang lain," ujar Budi.
Purwati dan Somedi masih menunggu.
Mereka berharap sebelum lebaran nanti sudah bisa lebih tenang melayani pelanggan yang mampir ke tokok kelontongnya.