REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Amerika Serikat (AS) merekomendasikan untuk 'menunda' pemberian vaksin satu dosis Covid-19 dari Johnson & Johnson. Setidaknya sampai penyelidikan laporan vaksin tersebut berpotensi menyebabkan penggumpalan darah selesai.
Selasa (13/4) dalam pernyataan gabungannya Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) dan Badan Obat-obatan dan Makan (FDA) mengatakan sedang menyelidiki laporan penggumpalan darah pada enam perempuan yang terjadi setelah divaksin. Trombosit para perempuan itu pun rendah.
Lebih dari 6,8 juta vaksin Johnson & Johnson yang disebarkan melalui jalur distribusi pemerintah federal seperti pusat-pusat vaksinasi massal akan berhenti menyuntikan vaksin itu. Penyedia layanan vaksin lain akan mengikuti langkah tersebut.
Sementara itu Inggris mulai menawarkan program vaksinasi bagi siapa pun yang berusia di atas 45 tahun. Tawaran ini disampaikan setelah Inggris mencapai target untuk memberikan vaksin dosis pertama masyarakat berusia 50 tahun pada pertengahan April.
Terlepas dari kabar baik tersebut Perdana Menteri Boris Johnson memperingatkan akan semakin banyak 'kasus kematian dan pasien yang dirawat inap' setelah negara itu keluar dari karantina nasional. Senin (12/4) kemarin toko-toko non-esensial, salon, gym, restoran dan taman bir dibuka kembali.
Pemerintah Inggris mengatakan 95 persen kelompok prioritas yakni mereka yang berusia di atas 50 tahun, petugas kesehatan dan orang yang memiliki masalah kesehatan sudah mendapatkan dosis pertama vaksin virus korona. Lebih dari 32 juta warga Inggris sudah menerima dosis pertama dan hampir 15 persen orang dewasa Inggris sudah menerima dosis kedua.