REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Joe Biden direncanakan, Rabu (14/4), akan mengumumkan tentang penarikan lengkap pasukan Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan pada 11 September. Penarikan ini menutup buku tentang sejarah perang terpanjang Amerika.
Pengumuman tentang penarikan pasukan AS itu akan disampaikan di tengah peringatan para kritikus bahwa perdamaian tidak ada artinya setelah pertempuran dua dekade di Afghanistan. Ketika para pejabat mengungkapkan rencana Biden untuk mengumumkan penarikan pasukan AS, komunitas intelijen AS pada Selasa (13/4) menyampaikan kembali kekhawatiran mendalam mereka tentang prospek pemerintah di Kabul yang didukung AS.
"Pemerintah Afghanistan akan berjuang untuk menahan Taliban jika koalisi menarik dukungan. Kabul terus menghadapi kemunduran di medan perang, dan Taliban yakin bisa mencapai kemenangan militer," kata pihak intelijen AS, yang dikirim ke Kongres.
Biden pada Rabu berencana untuk mengumumkan di Gedung Putih bahwa semua pasukan AS di Afghanistan akan ditarik selambat-lambatnya 11 September. Demikian dilaporkan sejumlah pejabat senior AS.
Pemilihan 11 September merupakan tanggal yang sangat simbolis, yakni menandai 20 tahun sebelum hari serangan Alqaidah di Amerika Serikat, yang mendorong Presiden George W Bush untuk melancarkan konflik.
Perang di Afghanistan tersebut telah merenggut nyawa 2.400 tentara pasukan Amerika dan menghabiskan sekira 2 triliun dolar AS (Rp 29,2 kuadriliun).
Presiden dari Partai Demokrat Joe Biden telah menghadapi batas waktu penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 1 Mei, yang ditetapkan oleh pendahulunya dari Partai Republik, Donald Trump. Trump gagal menarik pasukan AS sebelum dia meninggalkan Gedung Putih.
Baca juga : Kisruh Alibaba Akhiri Zaman Keemasan Raksasa Teknologi China
Keputusan Biden akan mempertahankan 2.500 tentara AS di Afghanistan melewati batas waktu 1 Mei itu, tetapi para pejabat menyarankan pasukan dapat sepenuhnya ditarik sebelum 11 September.
Jumlah pasukan AS di Afghanistan mencapai puncaknya pada lebih dari 100 ribu pada 2011."Tidak ada solusi militer untuk masalah yang mengganggu Afghanistan, dan kami akan memfokuskan upaya kami untuk mendukung proses perdamaian yang sedang berlangsung," kata seorang pejabat senior Pemerintah AS.
Namun, masih belum jelas bagaimana langkah Biden itu akan memengaruhi jalannya konferensi tingkat tinggi (KTT) selama 10 hari yang direncanakan untuk membahas tentang Afghanistan. KTT itu akan dimulai pada 24 April di Istanbul dan akan menyertakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Qatar.
Taliban, yang digulingkan dari kekuasaan pada 2001 oleh pasukan pimpinan AS, mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam KTT apa pun yang akan membuat keputusan tentang Afghanistan sampai semua pasukan asing meninggalkan negara itu.
Sejumlah kritikus mengatakan rencana penarikan pasukan AS itu tampaknya menyerahkan Afghanistan ke nasib yang tidak pasti. Sesuatu yang menurut para ahli mungkin tak terhindarkan. "Tidak ada cara yang baik bagi AS untuk menarik diri dari Afghanistan. Tidak dapat mengeklaim kemenangan, dan tidak dapat menunggu tanpa batas waktu untuk beberapa bentuk perdamaian," kata Anthony Cordesman dari kelompok pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.