REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkhawatirkan potensi peningkatan kasus Covid-19 di Timur Tengah dan Afrika Utara selama Ramadan. Pekan lalu, kasus baru di wilayah tersebut naik 22 persen, sedangkan kematian bertambah 17 persen.
“Kami sangat khawatir bahwa situasi saat ini dapat memburuk selama Ramadan jika orang-orang tidak mengikuti dan mematuhi langkah-langkah sosial yang terbukti berhasil,” kata Direktur Regional WHO untuk Mediterania Timur Ahmed al-Mandhari dalam konferensi pers daring pada Rabu (14/4), dikutip laman Al Arabiya.
Dia tak menampik, tahun ini, seperti halnya tahun lalu, umat Muslim mungkin merasa semangat Ramadan berubah karena adanya peraturan pembatasan sosial atau karantina wilayah (lockdown). "Tapi tindakan yang perlu dipertahankan untuk membantu mengatasi pandemi sejalan dengan prinsip dasar Islam: jaga kesehatan fisik Anda dan jangan menyakiti orang lain," ujar Mandhari.
Kepala regional kesiapsiagaan darurat WHO Dalia Samhouri mengimbau negara-negara di kawasan terkait melakukan penilaian risiko guna mencegah penyebaran infeksi Covid-19. Dia menyarankan tindakan yang dapat diambil di sekitar masjid selama Ramadan, termasuk menjaga jarak fisik, ventilasi, dan desinfeksi rutin.
Sementara orang yang merasa sakit disarankan tetap tinggal di rumah, bersama lansia dan penderita penyakit kronis. Mandhari mengungkapkan semua negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara telah menerima vaksin. Namun yang memiliki akses paling terbatas adalah Yaman dan Suriah. “Meskipun kemajuan telah dicapai dengan memulai vaksinasi di seluruh dunia, masih terdapat ketidakseimbangan yang mengejutkan dalam distribusi vaksin. Ini terutama berlaku di wilayah kami," kata Mandhari.
Yaman dijanjikan memperoleh 14 juta dosis vaksin melalui program Covax. Namun baru 360 ribus dosis yang telah dikirimkan. Baik Yaman maupun Suriah masih didera konflik sipil.