REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Isu Cina diperkirakan akan mendominasi pembicaraan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga di Washington pada kunjungan Suga Jumat (15/4). Rencana pertemuan keduanya terjadi di tengah meningkatnya kecaman internasional terhadap latihan militer Beijing di dekat Taiwan hingga pelanggaran hak asasi di Xinjiang dan Hong Kong.
Suga akan menjadi pemimpin dunia pertama yang bertemu Biden sejak pelantikannya pada Januari. Krisis yang melibatkan Taiwan akan menjadi perhatian khusus Jepang, karena ekspansi Cina dapat dengan cepat menjerat Senkakus, sekelompok pulau tak berpenghuni di Laut Cina Timur yang dikelola oleh Jepang tetapi diklaim oleh Cina yang dikenal sebagai Diaoyu.
Para pejabat di Tokyo mengatakan, bahwa Suga akan mencari jaminan bahwa pertahanan pulau-pulau penting secara strategis dilindungi oleh perjanjian keamanan bilateral yang mengikat AS untuk mempertahankan wilayah Jepang yang diserang. "Pertemuan itu sangat berarti karena menunjukkan kepada dunia solidaritas aliansi Jepang-AS dan komitmen Amerika Serikat terhadap kawasan Indo-Pasifik," kata sekretaris kabinet Jepang, Katsunobu Kato seperti dilansir laman The Guardian, Kamis (15/4).
"Kami juga berharap ini akan memberi kedua pemimpin kesempatan berharga untuk memperdalam hubungan kepercayaan pribadi mereka," ujarnya menambahkan.
Laporan media menunjukkan bahwa AS telah mendorong Jepang untuk mendukung perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dalam pernyataan bersama mereka. Ini dinilai sebuah langkah yang hampir pasti akan membuat marah Cina mitra dagang terbesar Jepang. Para pemimpin Jepang dan AS belum menyebut Taiwan dalam pernyataan bersama sejak Eisaku Sato dan Richard Nixon pada 1969.
Namun seorang spesialis Jepang di konsultan Teneo, Tobias Harris yakin Suga akan menghindari mengatakan apa pun yang berisiko merusak hubungan dengan Beijing. "Saya pikir sudah jelas bahkan sebelum KTT bahwa meskipun ada beberapa suara hawkish dari Tokyo, akan sulit bagi Jepang untuk memutuskan konvensi baru-baru ini ketika mengungkapkan dukungannya untuk Taiwan, paling tidak untuk menghindari keretakan yang lebih dalam dengan Beijing," ujar Harris.
Jepang juga secara tradisional berhati-hati dalam mengkritik catatan hak asasi manusia Cina. Negeri sakura tersebut belum bergabung dengan AS, Inggris, dan Uni Eropa dalam menjatuhkan sanksi terhadap pejabat Cina atas penahanan dan pelecehan terhadap anggota minoritas Muslim Uighur di Beijing.
"Perselisihan tidak mungkin muncul, karena tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk memamerkan hubungan erat mereka dengan dunia, dan karena pemerintahan Biden berbeda dari pemerintahan Trump," kata Mieko Nakabayashi, seorang profesor di Universitas Waseda di Tokyo.
Selain itu, Biden dan Suga diharapkan untuk menegaskan kembali aliansi keamanan mereka dalam menghadapi Cina yang lebih tegas dan tanda-tanda bahwa Korea Utara dapat melanjutkan program nuklir dan uji coba rudal. "Pemerintahan Biden secara konsisten memberi isyarat bahwa Asia adalah prioritas kebijakan luar negerinya," kata Harris.
Kedua pemimpin juga akan membahas tanggapan terhadap pandemi virus korona dan keadaan darurat iklim. Laporan media Jepang mengatakan Suga (72 tahun) yang menerima dua dosis vaksin Covid-19 sebelum terbang ke AS pada Kamis, dapat meminta dukungan publik Biden untuk Olimpiade Tokyo, dan diharapkan mengundangnya untuk menghadiri Olimpiade.