REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia akan melanjutkan tinjauan atas program vaksinasi Covid-19. Upaya peninjauan dilakukan setelah seorang perempuan berusia 48 tahun meninggal dunia kemungkinan terkait inokulasi.
Pada Jumat (16/4), Australia melaporkan kematian pertama akibat pembekuan darah yang dialami seorang penerima vaksin AstraZeneca. Itu adalah kasus ketiga pembekuan darah langka yang muncul pada orang-orang yang telah divaksin di negara tersebut.
"Pemerintah akan meminta ATAGI (Kelompok Penasihat Teknis Australia untuk Imunisasi) untuk memastikan peninjauan berkelanjutan dari semua vaksin dalam hal keamanan dan kemanjurannya," kata Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt, dalam penjelasan yang disiarkan televisi, Sabtu (17/4).
Dia mengatakan tidak akan ada perubahan segera untuk membatasi lebih lanjut penggunaan vaksin AstraZeneca. Ia menegaskan kembali vaksin Pfizer tetap menjadi pilihan yang disukai untuk orang-orang di bawah usia 50 tahun.
Sedikitnya sudah ada 885.000 dosis vaksin AstraZeneca yang diberikan di Australia sejauh ini, setara dengan frekuensi pembekuan darah di setiap 295.000 kasus, kata Administrasi Barang Terapeutik (TGA) awal pekan ini. Hunt juga mengatakan keputusan tentang apakah akan memprioritaskan atlet dan staf pendukung dalam peluncuran vaksin Covid-19 dengan mendekatnya Olimpiade Tokyo, akan diambil dalam minggu mendatang.
"Kami ingin melihat atlet kami melaju ke Olimpiade dan kami ingin memastikan mereka aman," kata dia.
Australia telah menjadi salah satu negara paling sukses di dunia dalam mengatasi pandemi melalui penguncian cepat, penutupan perbatasan, dan pelacakan cepat yang membatasi infeksi virus corona hingga hanya di bawah 29.500 kasus, dengan 910 kematian, dilansir dari Reuters.