REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Uni Eropa (UE) pada Senin (19/4) waktu setempat mengumumkan sanksi baru terhadap 10 pejabat junta Myanmar dan dua konglomerat di dua perusahaan. Sanksi tersebut terkait dengan militer atas kudeta dan tindakan keras hingga menimbulkan korban jiwa pada pengunjuk rasa damai.
"Individu-individu tersebut semuanya bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar/ Burma, dan atas keputusan yang represif dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius," ujar negara-negara anggota setelah pertemuan video para menteri luar negeri Uni Eropa, dilansir laman Channel News Asia, Selasa (20/4).
Pernyataan tersebut juga mengatakan, bahwa dua entitas, Myanmar Economic Holdings Public Company Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation Limited (MEC), adalah konglomerat yang dimiliki dan dikendalikan Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), dan memberikan pendapatan untuk itu.
Para individu tersebut akan disebutkan namanya pada publikasi sanksi di surat kabar resmi UE, pada saat tindakan tersebut akan mulai berlaku.
"Kebrutalan junta yang meningkat memiliki konsekuensi yang jelas," ujar kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell melalui Twitter resminya setelah memimpin pertemuan para menteri Uni Eropa.
Diplomat UE mengatakan, para pejabat yang menjadi sasaran sebagian besar adalah anggota Dewan Administrasi Negara yang berkuasa. Penambahan sanksi terhadap mereka menjadikan 35 jumlah individu di Myanmar dalam daftar sanksi UE. Adapun sanksi yakni memberlakukan larangan perjalanan dan pembekuan aset pada mereka yang disebutkan.
Pernyataan itu mengatakan negara-negara Uni Eropa bersatu dalam mengutuk tindakan brutal junta militer dan bertujuan untuk membawa perubahan dalam kepemimpinan junta. Pesan yang dikirim ke penguasa militer Myanmar, kata para anggota negara yang tergabung dalam UE, adalah melanjutkan jalan yang kini hanya akan membawa penderitaan lebih lanjut dan tidak akan pernah memberikan legitimasi apapun.
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan setelah pembicaraan virtual dengan rekan-rekannya di Uni Eropa, bahwa junta tengah mengarahkan negara ke jalan buntu. "Itulah sebabnya kami meningkatkan tekanan untuk membawa militer ke meja perundingan," kata Maas.
Amerika Serikat dan Inggris telah menjatuhkan sanksi pada MEC dan MEHL, yang mendominasi sektor-sektor termasuk perdagangan, alkohol, rokok, dan barang-barang konsumen. Washington juga telah memukul perusahaan permata negara Myanmar.
Sejak kudeta 1 Februari Myanmar berada dalam kekacauan. Perebutan kekuasaan hingga penahanan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi memicu pemberontakan besar-besaran yang ingin ditumpas oleh junta menggunakan kekuatan mematikan.
Militer telah meningkatkan upaya untuk menghancurkan perbedaan pendapat setelah demonstrasi massa. Menurut kelompok pemantau sedikitnya 737 warga sipil tewas dan pers semakin diserang.
Sumber: channelnewsasia