REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia memberlakukan undang-undang darurat baru untuk membeli vaksin Covid-19. Undang-undang darurat memungkinkan penggunaan dana yang berasal dari kontribusi minyak dan gas untuk membayar pengadaan vaksin.
Peraturan tersebut akan memungkinkan akses pemerintah untuk menggunakan 17,4 miliar ringgit atau 4,23 miliar dolar AS yang diparkir di bawah dana perwalian nasional untuk mengamankan vaksin. Dana perwalian mengambil kontribusi dari perusahaan energi negara Petronas, dan perusahaan lainnya yang terlibat dalam eksploitasi minyak bumi. Dana perwalian didirikan untuk mendukung infrastruktur dan pembangunan lainnya, serta memberikan pinjaman federal kepada negara bagian Malaysia.
Petronas sudah memberikan dividen tahunan kepada pemerintah, setelah mengumumkan pembayaran 18 miliar ringgit untuk tahun ini. Pada bulan Januari, Raja Al-Sultan Abdullah mengumumkan keadaan darurat nasional untuk mengekang penyebaran Covid-19, dan memberi pemerintah kekuasaan yang luas untuk memberlakukan undang-undang sementara tanpa memerlukan persetujuan parlemen.
Perdana Menteri Muhyiddin Yassin pada Maret hampir menggandakan anggaran imunisasi Covid-19 menjadi 5 miliar ringgit. Melalui peningkatan anggaran diharapkan dapat membantu mencapai target pemerintah untuk menginokulasi 80 persen dari 32 juta penduduk Malaysia pada Desember.
Tetapi oposisi dan publik Malaysia telah mengkritik pemerintah, karena peluncuran vaksinasi yang lambat. Hampir 750 ribu orang telah divaksinasi penuh pada Selasa (20/4). Sementara sekitar 462.000 lainnya sedang menunggu suntikan kedua.
Baca juga : Pelindo 1 Dumai Ekspor Isotank ke Port Klang Malaysia
Malaysia mengalami lonjakan tajam dalam tingkat infeksi Covid-19 menjelang akhir tahun 2020. Malaysia saat ini memiliki jumlah infeksi tertinggi ketiga di ASEAN setelah Indonesia dan Filipina. Hingga Rabu (21/4) Malaysia mencatat hampir 382.000 kasus positif virus korona, dan 1.400 kematian.