REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ilmuwan Pentagon dari Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) telah mengembangkan sebuah sensor untuk mendeteksi Covid-19. Sensor ini dapat bekerja setelah dimasukkan ke bawah kulit pasien.
"Anda menaruhnya di bawah kulit Anda," ungkap pensiunan dokter militer yang memimpin respons DARPA terhadap pandemi Kolonel Matt Hepburn, seperti dilansir Independent.
Sensor ini didesain untuk mengetes darah pasien secara terus-menerus. Sensor ini nantinya bisa membaca dan memberikan sinyal terkait reaksi-reaksi kimia yang sedang terjadi di dalam tubuh.
"Dan sinyal tersebut bermakna Anda akan mengalami gejala keesokan harinya," jelas Hepburn.
Selain itu, Hepburn mengatakan dia dan rekan ilmuwannya telah mengembangkan sebuah filter yang dapat membuang virus SARS-CoV-2 dari darah pasien. Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan mesin dialisis yang sudah dilengkapi dengan filter tersebut.
"(Darah) Anda melewati mesin tersebut, lalu (mesin) mengambil virusnya, dan mengembalikan darah ke dalam (tubuh)," ujar Hepburn dalam siaran "60 Minutes" di CBS.
Seorang pasien bernama Pasien 16 telah mendapatkan terapi dialisis dengan filter ini selama empat hari. Pasien tersebut merupakan pasangan dari seorang anggota militer yang kala itu sudah mengalami syok sepsis dan gagal organ. Setelah mendapatkan terapi ini, pasien tersebut berhasil sembuh total.
Saat ini, terapi tersebut telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat. Sejauh ini, terapi tersebut telah diberikan kepada hampir 300 pasien.
DARPA merupakan sebuah badan yang sebelumnya dikenal dengan nama Advanced Research Projects Agency. Badan ini didirikan pada 1958 oleh Presiden Dwight Eisenhower sebagai respons terhadap peluncuran Sputnik oleh Rusia.
Saat ini, DARPA merupakan badan yang berfokus pada penanggulangan pandemi. Selama bertahun-tahun, mereka berupaya menemukan cara mencegah dan menyelesaikan beragam pandemi.
https://www.independent.co.uk/news/world/americas/pentagon-covid-censor-blood-virus-b1830372.html