REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Dua vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) yang debut oleh China akan ditinjau oleh regulator global untuk pertama kalinya. Ini menjadi sebuah langkah yang dapat memiliki implikasi luas dalam peluncuran vaksin di seluruh dunia.
Dilansir Asia One, sejumlah perusahaan farmasi China telah menghadapi pengawasan ketat karena tidak merilis data rinci mengenai seberapa efektif vaksin yang dikembangkan, sebelum digunakan. Namun, saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan memutuskan apakah produk vaksin tersebut dapat dilisensikan untuk penggunaan darurat, yang menjadi ‘cap’ persetujuan yang diakui secara global.
Keputusan untuk mengotorisasi vaksin dari Sinopharm dan Sinovac BioTech akan berdampak luas. Sebab, kekurangan pasokan vaksin telah melumpuhkan program distribusi vaksin global WHO. Hal ini mendorong beberapa negara untuk beralih ke Cina, Otorisasi juga akan diperlukan untuk memasok program Covax WHO yang diandalkan oleh banyak negara miskin di dunia.
“Kelangkaan pasokan mendorong nasionalisme vaksin dan diplomasi vaksin sehingga WHO dan mitranya bekerja pada beberapa opsi untuk mempercepat produksi dan pasokan,” ujar direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Jika disetujui, produk tersebut akan bergabung dengan vaksin COVID-19 yang telah menerima otorisasi penggunaan dan menunjukkan efektivitas hingga setidaknya 50 persen, serta memenuhi standar manufaktur.
Naor Bar-Zeev, wakil direktur di Pusat Akses Vaksin Internasional di Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat (AS) mengatakan setiap produk yang ditujukan untuk pasar global benar-benar harus mendapat persetujuan dari regulator yang diakui dunia.
“Mereka akan melihat bukti terbaik yang tersedia dan harus membenarkan keputusan tersebut berdasarkan sains," jelas Bar-Zeev.
Sejauh ini, WHO telah menyetujui vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNtech, Johnson & Johnson dan AstraZeneca. Tinjauan terakhir oleh kelompok penasehat teknis WHO akan dilakukan untuk Sinopharm pada Senin (26/4) dan Sinovac pada 3 Mei mendatang, menyusul krisis wabah dengan jumlah kasus COVID-19 mingguan baru mencapai rekor tertinggi pada pekan lalu.
Yanzhong Huang, seorang rekan senior untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations di New York, mengatakan bahwa dukungan WHO terhadap vaksin Cina dapat memiliki dampak signifikan pada peran negara itu dalam pasokan vaksin global.
Bedanya vaksin China
Tidak seperti kebanyakan vaksin COVID-19 lainnya, hasil dari uji klinis fase tiga produk Cina belum dipublikasikan di jurnal yang ditinjau oleh rekan sejawat. Hal ini telah menimbulkan pertanyaan di kalangan komunitas medis internasional dan di tempat-tempat yang sudah menggunakan vaksin lainnya, tentang seberapa baik mereka bekerja dan mengapa ini belum transparan, meskipun lebih dari 100 juta dosis vaksin dari Sinopharm dan Sinovac telah dikirimkan ke banyak negara.
“Persetujuan WHO juga akan memungkinkan Covax membeli vaksin China untuk didistribusikan," kata Huang.