REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pembuat vaksin China sedang mencari cara untuk mencampurkan dosis yang ada. Cara ini dilakukan untuk mengetahui vaksin tersebut dapat membantu melindungi lebih baik terhadap Covid-19.
Kepala kerja sama internasional untuk perusahaan China National Biotech Group, Li Meng, mengatakan pada Rabu (28/4), perusahaan itu memiliki rencana untuk masa depan penggunaan berurutan dari vaksin mereka. Anak perusahan Sinopharm ini membuat dua vaksin Covid-19 yang tidak aktif dan yang ketiga dalam uji klinis.
Sedangkan perusahaan swasta Sinovac juga memepertimbangkan hal sama. Perusahaan ini mengaku sedang dalam diskusi awal dengan para penyelidik, termasuk Pusat Pengendalian Penyakit China, tentang menggabungkan dosis vaksin CoronaVac dengan yang lain.
Vaksin Sinopharm dari Institut Produk Biologi Beijing dan Institut Produk Biologi Wuhan mengklaim masing-masing 79 persen dan 72 persen efektif. Namun, perusahan ini Itu belum secara terbuka mengungkapkan lebih banyak data dari tahap akhir uji klinisnya.
Peneliti di Brasil yang melakukan uji klinis Sinovac di negara tersebut merilis data baru bulan ini yang mengonfirmasi ulang tingkat kemanjuran 50 persen. Makalah yang belum ditinjau sejawat tetapi diterbitkan di situs web untuk para ilmuwan, menunjukkan bahwa vaksin Sinovac 50,7 persen efektif melawan gejala Covid-19 dan jauh lebih kuat melawan penyakit parah.
Langkah ini terjadi setelah Kepala Pusat Pengendalian Penyakit China, Gao Fu, mengatakan bahwa vaksin China saat ini menawarkan perlindungan rendah terhadap virus corona. Mencampurkan vaksin yang ada adalah salah satu strategi yang dipertimbangkan untuk meningkatkan efektivitasnya.
Praktik pencampuran vaksin juga sebenarnya dipertimbangkan di negara lain. Ilmuwan Inggris sedang mempelajari kombinasi tembakan AstraZeneca dan Pfizer. Studi ini juga mencari untuk menguji interval yang berbeda antara dosis, empat minggu dan 12 minggu.
Hasil investigasi semacam itu mungkin memiliki implikasi kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Kondisi terjadi ketika pemerintah di seluruh dunia menghadapi penundaan dalam mendapatkan vaksin secara tepat waktu dan kendala logistik dalam meluncurkan vaksinasi.