Tahun 2017 silam Muhammad bin Salman masih menyebut pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei sebagai "Hitler baru dari Timur Tengah”. Namun kini pangeran mahkota Arab Saudi itu menegaskan "berkeinginan agar Iran maju dan makmur.” Dia menyatakan hal itu dalam sebuah wawancara televisi pada awal pekan ini.
Perubahan sikap itu menandai upaya diplomasi Riyadh untuk mengajak Teheran menggerakkan kelompok bersenjata etnis Huthi agar kembali ke meja perundingan.
Rabu (28/4), Menteri Luar Negeri Iran, Muhammad Javad Zarif, bertemu dengan perwakilan Huthi di Oman buat membahas upaya damai. "Kami kembali menegaskan sikap, bahwa solusi politik adalah satu-satunya jalan keluar dari krisisi di Yaman,” kata Zarif seusai pertemuan dengan juru bicara Huthi, Muhammad Abdul Salam.
Menurut Kemenlu Iran, " Zarif menegaskan dukungan bagi gencatan senjata dan perundingan damai internal di Yaman.” Dalam beberapa tahun terakhir menlu Iran itu berulangkali menemui petinggi Huthi yang hidup dalam pengasingan di Muscat, Oman.
Peta jalan damai Arab Saudi ditolak Huthi
Pemerintah di Riyadh sudah menawarkan peta jalan damai yang diawali dengan gencatan senjata, namun ditolak oleh kelompok Huthi.
Arab Saudi sejak lama menuduh Teheran melatih dan membiayai pemberontak Huthi di Yaman. Ketegangan antara kedua negara sempat memuncak pada 2019, ketka Saudi menyalahkan Iran terkait serangan terhadap sebuah kilang minyak miliknya.
Ketegangan mencair sejak kedua negara melakukan perundingan langsung bulan ini, enam tahun setelah pemutusan hubungan diplomasi. Dalam perundingan itu kedua pemerintah membahas perang di Yaman dan Perjanjian Nuklir Iran yang ditolak Saudi karena tidak membatasi program peluru kendali dan kelompok proksi Iran di Timur Tengah.
Tapi meski apa yang digambarkan Riyadh sebagai "perilaku negatif” Iran, pewaris tahta monarki Saudi, Muhammad bin Salman mengatakan, pihaknya menginginkan hubungan yang baik dengan Iran.
"Kami tidak ingin Iran berada dalam posisi sulit. Sebaliknya kami ingin agar Iran maju dan makmur. Kami punya kepentingan dengan Iran dan mereka juga punya kepentingan dengan kerajaan untuk menggerakkan kawasan dan dunia menuju pertumbuhan dan kemakmuran,” kata dia.
Saling bantu yakinkan Joe Biden
Reuters melaporkan, kalangan diplomat kedua negara meyakini sikap tegas pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah Joe Biden terkait catatan HAM Arab Saudi turut mengubah kebijakan kerajaan. Kini Muhammad bin Salman yang populer dengan singkatan nama MbS diyakini ingin menciptakan kesan positif dengan membantu mendamaikan kawasan.
"Arab Saudi harus menemukan jalan keluar dari perang Yaman yang sama sekali tidak populer dan tidak bisa dimenangkan,” kata Elisabeth Kendall, peneliti studi Arab dan Islam di Pembroke College, Oxford, Inggris.
Riyadh saat ini juga sedang melobi negara di kawasan untuk menekan AS dan Iran agar kembali ke meja perundingan. Saat ini kelanjutan Perjanjian Nuklir Iran sedang dibahas di Wina, Austria. Teheran menuntut AS mencabut sanksi dan memulihkan dukungannya, sebaliknya Washington ingin merundingkan perjanjian baru yang membatasi program peluru kendali dan pengaruh militer Iran di Timur Tengah.
Madawi al-Rasheed, guru besar di LSE Middle East Centre, meyakini upaya Pangeran Muhammad bin Salman mendekati Presiden Biden adalah salah satu alasan kenapa dia "mengubah kebijakan konfrontatif terhadap Iran.”
MbS pernah bersumpah akan menumpas pemberontakan Huthi pada 2015, ketika dia mengumumkan pembentukan koalisi militer untuk Yaman. Namun menurut al-Rasheed, pengaruh Iran terhadap kelompok Huthi Yaman tetap berbatas.
"Tidak ada keraguan bahwa Huthi punya hubungan yang kuat dengan rejim Iran, tapi mereka tetap lah bangsa Yaman dengan insting Arab,” pungkasnya.
rzn/as (rtr,ap)