Jumat 30 Apr 2021 19:41 WIB

Nelayan Korsel Minta Jepang tak Buang Air Nuklir ke Laut

Sekitar 800 nelayan berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa menentang rencana Jepang

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Pada file foto 27 Februari 2021 ini, Samudera Pasifik melihat-lihat unit reaktor nuklir No. 3, kiri, dan 4 di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di kota Okuma, prefektur Fukushima, timur laut Jepang.
Foto: AP/Hiro Komae
Pada file foto 27 Februari 2021 ini, Samudera Pasifik melihat-lihat unit reaktor nuklir No. 3, kiri, dan 4 di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di kota Okuma, prefektur Fukushima, timur laut Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Ratusan nelayan Korea Selatan di seluruh negeri mengadakan protes meminta Jepang untuk membatalkan keputusannya untuk melepaskan air yang terkontaminasi dari pembangkit nuklir Fukushima ke laut, Jumat (30/4). Rencana tersebut pun telah mendapat tentangan langsung dari pemerintah Korea Selatan, China, dan Taiwan.

Menurut Federasi Koperasi Perikanan Nasional Korea Selatan, sekitar 800 nelayan berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa di pelabuhan di sembilan kota. Di satu pelabuhan, di Gungpyeong di pantai barat, para nelayan memegang spanduk anti-Jepang dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Tarik keputusan Jepang" dan "Mengutuk serangan nuklir yang tidak bertanggung jawab".

Baca Juga

Sebanyak 20 kapal penangkap ikan dengan spanduk yang mencela keputusan Jepang berlayar di dekat pelabuhan. "Ayah saya mewariskan laut ini kepada saya dan saya akan meneruskannya kepada putra saya, yang juga sedang memancing," kata kepala desa nelayan Yongdu-ri, yang telah bekerja di industri perikanan selama 38 tahun, Park Re-seung.

"Mengapa Jepang melakukan ini? Bagaimana mereka bisa melakukan hal yang begitu buruk terhadap laut? Bukankah mereka makan ikan?" ujar Park,

Jepang mengatakan bulan ini akan melepaskan lebih dari 1 juta ton air yang terkontaminasi ke laut dari pabrik yang lumpuh akibat gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011. Pelepasan air ini dilakukan setelah menyaringnya untuk menghilangkan isotop berbahaya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement