REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Warga di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, berkumpul untuk meminta makanan dari pemerintah pada Jumat (30/4). Mereka marah atas distribusi bantuan yang tidak memadai selama lockdown Covid-19 yang melarang orang meninggalkan rumah dan menempatkan pada risiko kelaparan.
Amnesty International pada Jumat, menyebut penguncian Kamboja sebagai krisis kemanusiaan dan hak asasi manusia yang muncul, dengan hampir 294.000 orang di Phnom Penh berisiko kelaparan. "Kesalahan penanganan pemerintah Kamboja yang keterlaluan terhadap penguncian Covid-19 ini menyebabkan penderitaan yang tak terhitung dan meluasnya pelanggaran hak asasi manusia," kata direktur regional Asia-Pasifik, Yamini Mishra.
Pihak berwenang menempatkan Phnom Penh dan kota terdekat di bawah penguncian pada 19 April. Upaya ini untuk memadamkan lonjakan infeksi virus korona yang telah menyebabkan kasus total kasus Kamboja meningkat dari sekitar 500 menjadi 12.641 sejak akhir Februari, termasuk sebanyak 91 kematian.
"Pemerintah Kamboja dapat, dan harus, mengambil langkah tegas untuk mengurangi bencana ini," kata Mishra.
Mishra menekankan badan-badan yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus melakukan segala upaya untuk mendapatkan izin penyampaian bantuan. Namun, Pemerintah Kamboja menolak klaim kondisi yang memprihatinkan akibat kekurangan pangan.
Juru bicara pemerintah Phay Siphan mengatakan, keluhan para pengunjuk rasa dilebih-lebihkan. “Saya sudah banyak mendengar tentang informasi ini, ini hanya drama. Siapa pun yang membutuhkan makanan, tolong beri tahu kami. Tapi mereka belum," ujar dia.
Meskipun pengiriman makanan beroperasi, pasar dan layanan makanan jalanan ditutup. Kondisi ini menyulitkan keluarga yang lebih miskin untuk mendapatkan pasokan. Sementara, banyak yang tidak memiliki pendapatan karena aturan untuk tinggal di rumah.
Pemerintah telah meminta warga untuk mengajukan bantuan pangan. Beberapa keluarga di distrik Meanchey mengatakan, mereka baru saja menerima paket beras 25 kg, sekotak mie instan, dan ikan kaleng. Sedangkan yang lainnya masih menunggu bantuan.
"Kami sudah lama mendaftar untuk sumbangan makanan. Saya tidak mampu membeli, itu sebabnya saya datang untuk meminta makanan," kata pekerja pabrik Net Channy.
Kamboja adalah salah satu negara termiskin di Asia. Pendapatan rumah tangganya sangat bergantung pada pariwisata dan manufaktur garmen yang terkena dampak pandemi.