REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- CEO BioNTech Ugur Sahin optimistis vaksin Covid-19 yang dibuat perusahaannya bersama Pfizer akan efektif melawan varian virus corona yang pertama kali diidentifikasi di India. Strain, yang dikenal sebagai B.1.617, mengandung dua mutasi kunci yang telah ditemukan secara terpisah pada varian virus corona lainnya.
Varian tersebut, juga disebut sebagai "mutan ganda" dimana pertama kali terlihat di India. Varian itu dianggap oleh sebagian orang berada di balik lonjakan kasus Covid-19 baru-baru ini disana. Varian tersebut telah diidentifikasi di negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Sahin mengatakan perusahaan obat asal Jerman itu telah menguji vaksin dua dosisnya, yang saat ini tidak tersedia di India, melawan "mutan ganda" serupa. Berdasarkan data tersebut, Sahin merasa yakin suntikan vaksinnya masih akan memberi efek perlindungan.
"Kami sedang mengevaluasi...dan datanya akan tersedia dalam beberapa minggu mendatang," kata Sahin dilansir dari CNBC pada Jumat (30/4).
"Kami memiliki mutan ganda yang serupa dalam pengujian sebelumnya, dan kami yakin melihat cara yang sama untuk menetralkan virus ini. Tetapi kami hanya akan mengetahuinya jika kami memiliki datanya di tangan kami," lanjut Sahin.
Dalam beberapa bulan terakhir, pejabat kesehatan AS khawatir varian virus baru yang sangat menular suatu hari nanti akan menjadi terampil dalam menghindari perlindungan vaksin yang saat ini digunakan. Mereka mendesak orang Amerika untuk divaksinasi secepat mungkin sebelum varian baru dan yang berpotensi lebih berbahaya muncul.
Studi telah menunjukkan vaksin Pfizer-BioNTech masih melindungi terhadap strain lain, termasuk B.1.526, varian yang pertama kali diidentifikasi di New York, dan B.1.1.7, varian yang ditemukan di Inggris Raya. Sebuah penelitian di Israel menemukan B.1.351, varian yang ditemukan di Afrika Selatan, mampu menghindari beberapa perlindungan dari vaksin Pfizer-BioNTech, meskipun suntikan tetap sangat efektif.
Walau suntikan tetap efektif, Sahin mengatakan orang-orang kemungkinan akan membutuhkan suntikan ketiga dari vaksin Covid-19 karena kekebalan terhadap virus berkurang. Sahin setuju dengan komentar sebelumnya yang dibuat oleh CEO Pfizer Albert Bourla dan kepala petugas medis BioNTech Ozlem Tureci.
Pada Februari, Pfizer dan BioNTech mengatakan sedang menguji dosis ketiga vaksin Covid-19 untuk lebih memahami tanggapan kekebalan terhadap varian baru virus. Sahin mengatakan para peneliti melihat penurunan tanggapan antibodi terhadap virus setelah delapan bulan.
"Jika menggunakan booster, kami benar-benar dapat memperkuat respons antibodi bahkan di atas tingkat yang dimiliki di awal (usai 2 suntikan) dan itu dapat memberi perlindungan setidaknya selama 12 bulan, mungkin 18 bulan," ucap Sahin.